VAJRAYANA
- Apa itu Vajrayana?
- Apa itu inisiasi? Mengapa ada beberapa
ajaran yang "rahasia"?
- Apa arti simbol dalam seni tantra?
- Apa tujuan melafalkan mantra seperti
"om mani padme hung"? Apa makna mantra tersebut?
PANCASILA BUDDHIS
=========================================================================
INTISARI
BUDDHISME & TRADISI BUDDHIS
Apa
intisari ajaran Sang Buddha?
Secara sederhana yaitu menghindari
menyakiti orang lain dan menolong mereka sebisa mungkin.
Cara lain mengemukakan ini adalah, "menghindari perbuatan
negatif, melakukan kebajikan sempurna, mengendalikan batin
kita. Inilah ajaran Sang Buddha." Dengan menghindari
perbuatan negatif (membunuh, dll) dan motivasi-motivasi
yang menghancurkan (kemarahan, kemelekatan, kepicikan, dll),
kita berhenti menyakiti diri sendiri dan orang lain. Dengan
melakukan kebajikan sempurna, kita mengembangkan sikap yang
bermanfaat, seperti cinta kasih dan welas asih universal,
dan melakukan perbuatan yang dimotivasi oleh pikiran semacam
ini. Dengan mengendalikan batin, kita membuang semua pandangan
yang salah, sehingga membuat kita tenang dan damai dengan
memahami kenyataan.
Intisari ajaran Sang Buddha juga terkandung
pada tiga prinsip sang jalan: penolakan terhadap samsara,
hati yang berdedikasi (bodhicitta), dan kebijaksanaan merealisasi
kesunyataan. Awalnya, kita mencari tahu sesuatu yang muncul
dari kebingungan masalah kita dan penyebabnya. Kemudian,
kita melihat bahwa orang lain juga punya masalah, dan dengan
cinta kasih dan welas asih, kita dedikasikan hati kita untuk
menjadi Buddha sehingga kita mampu menolong yang lain secara
luas. Untuk mewujudkan ini, kita mengembangkan kebijaksanaan
memahami sifat yang alami dari kita dan fenomena lain.
Apa
itu Tiga Mustika? Apa maksudnya berlindung pada Tiga Mustika?
Tiga Mustika adalah Buddha, Dharma,
dan Sangha. Buddha adalah orang yang telah membersihkan
noda-noda – emosi-emosi pengganggu, jejak perbuatan yang
dimotivasi oleh emosi-emosi pengganggu, dan noda dari emosi
pengganggu – dan seseorang yang telah mengembangkan semua
kualitas baik, seperti cinta kasih dan welas asih universal,
kebijaksanaan mengetahui segala sesuatu, dan keahlian membimbing
orang lain.
Dharma mewujudkan cara pencegahan yang
menjaga kita dari masalah dan penderitaan. Dharma terdiri
dari ajaran Sang Buddha, juga pengertian akan ajaran-ajaranNya
– penghentian masalah dan penyebabnya, dan realisasi atau
jalan menuju penghentian tersebut.
Sangha adalah mahluk-mahluk yang memiliki
pemahaman langsung tanpa konsep tentang kesunyataan atau
kebenaran sejati. Dalam tingkatan relatif, Sangha juga termasuk
para bhikkhu yang menerapkan ajaran Sang Buddha.
Dharma adalah pelindung kita yang sebenarnya,
obat yang kita minum untuk menyembuhkan masalah dan penyebabnya.
Buddha adalah seperti dokter, yang mendiagnosis penyebab
masalah kita dengan tepat dan menulis resep obat yang tepat
pula. Dengan membantu kita dalam praktik, Sangha mirip dengan
perawat yang membantu kita mengambil obat.
Mengambil perlindungan berarti kita
menyandarkan diri sepenuh hati pada Tiga Mustika untuk mengilhami
dan membimbing kita menuju arah yang membangun dan menguntungkan
dalam kehidupan kita. Mengambil perlindungan tidak berarti
bersembunyi dengan pasif di bawah perlindungan Buddha, Dharma,
dan Sangha. Melainkan adalah proses aktif mengikuti arah
yang mereka tunjukkan dan meningkatkan kualitas hidup kita.
Mengapa
ada banyak tradisi Buddhis?
Sang Buddha memberikan beraneka ragam
ajaran karena para mahluk (mahluk manapun dengan batin yang
bukan Buddha, termasuk mahluk di alam kehidupan lain) memiliki
watak, kecenderungan, dan ketertarikan yang berbeda. Sang
Buddha tidak pernah mengharapkan kita semua cocok masuk
ke dalam cetakan yang sama. Jadi, Beliau memberikan ajaran-ajaran
dan menggambarkan berbagai jalan untuk praktik sehingga
masing-masing kita dapat menemukan jalan yang cocok bagi
tingkatan batin dan kepribadian kita. Dengan kemahiran dan
welas asih membimbing mahluk lain, Sang Buddha memutar roda
Dharma tiga kali, tiap kali meletakkan sistem filosofis
yang sedikit berbeda guna memberi kecocokan pada berbagai
perbedaan watak semua mahluk. Inti dari semua ajaran itu
pada dasarnya sama: keinginan untuk membebaskan diri dari
roda samsara, welas asih bagi mahluk lain dan kebijaksanaan
merealisasi ketanpaakuan.
Tidak semua orang menyukai makanan
yang sama. Ketika hidangan besar disajikan, kita memilih
makanan yang kita sukai. Tidak ada kewajiban menyukai semuanya.
Meskipun kita menyukai rasa manis, bukanlah berarti makanan
yang asin tidak bagus dan harus dibuang! Sama halnya, kita
mungkin lebih menyukai pendekatan tertentu: Theravada, Tanah
Suci, Zen, Vajrayana, dan lain-lain. Kita bebas memilih
pendekatan yang cocok dengan kita dan yang kita rasa paling
nyaman. Namun demikian kita tetap memelihara batin yang
terbuka dan hormat pada tradisi lain. Ketika batin kita
semakin berkembang, kita mungkin dapat memahami unsur dari
tradisi lain dimana kita kurang mengerti sebelumnya. Singkat
kata, apapun yang berguna dan membantu kita hidup lebih
baik, kita berpraktik, dan apapun yang belum kita pahami,
kita pinggirkan tanpa menolaknya.
Pada saat kita mungkin menemukan satu
tradisi yang cocok dengan kepribadian kita, janganlah mengemukakannya
dengan cara konkrit: "Saya seorang Mahayana, kamu seorang
Theravada" atau "saya seorang Buddhis, kamu orang
Kristen." Adalah penting untuk mengingat bahwa kita
sebagai manusia mencari kebahagiaan dan ingin mewujudkan
kebenaran, dan kita masing-masing menemukan metode yang
cocok dengan watak kita.
Bagaimanapun, memelihara batin terbuka
pada pendekatan yang berbeda itu tidak berarti mencampur
semuanya secara acak, membuat praktik kita seperti cap cay.
Jangan mencampur teknik meditasi dari tradisi berbeda bersamaan
dalam satu sesi meditasi. Dalam satu sesi, lebih baik melakukan
satu teknik. Jika kita mencoba sedikit dari teknik ini dan
sedikit dari teknik lainnya, dan tanpa pemahaman, kita campur,
maka kita berakhir dengan kebingungan. Bagaimanapun, ajaran
yang ditekankan pada satu tradisi dapat memperkaya pemahaman
dan praktik kita pada tradisi lain. Juga, dianjurkan untuk
melakukan meditasi yang sama setiap hari. Jika kita melakukan
meditasi pernafasan, besoknya melafal nama Buddha, dan hari
ketiga meditasi analitis, kita tidak akan ada kemajuan di
salah satu teknik pun karena tidak ada kesinambungan dalam
praktik ini.
Apa
jenis-jenis tradisi Buddhis?
Secara umum dikenal dua: Theravada
dan Mahayana. Silsilah Theravada (Tradisi Sesepuh), yang
mendasarkan pada sutra dalam bahasa Pali, menyebar dari
India ke Sri Lanka, Thailand, Burma, dll. Tradisi ini menekankan
pada meditasi pernafasan untuk membangun konsentrasi dan
meditasi kewaspadaan tentang tubuh perasaan, batin, dan
fenomena untuk membangun kebijaksanaan. Tradisi Mahayana
(kendaraan besar), berdasarkan kitab dalam bahasa Sansekerta
menyebar ke Cina, Tibet, Jepang, Korea, Vietnam, dll. Meskipun
dalam Theravada, praktik cinta kasih dan welas asih adalah
faktor penting dan pokok, dalam Mahayana hal itu ditekankan
pada hal yang lebih luas. Dalam Mahayana, terdapat beberapa
cabang: Tanah Suci yang menekankan pada pelafalan Nama Buddha
Amitabha untuk terlahir di Tanah SuciNya; Zen menekankan
pada meditasi mengurangi kekacauan, batin terkendali; Vajrayana
(kendaraan intan) melaksanakan meditasi pada deiti untuk
mentransformasi badan dan batin kita yang terkontaminasi
menjadi badan dan batin Buddha.
Mengapa
orang dalam beberapa tradisi Buddhis makan daging, sementara
yang lain vegetarian?
Awalnya, mungkin agak membingungkan
bahwa Theravada makan daging, Mahayana Cina tidak, dan orang
Tibet, yang berlatih Vajrayana, juga makan daging. Perbedaan
dalam praktik ini tergantung dari penekanan yang berbeda
dari masing-masing tradisi: penekanan pada ajaran Theravada
adalah mengurangi kemelekatan pada objek-objek indera dan
menghentikan batin yang mendiskriminasi dengan berkata,
"Saya suka yang ini bukan yang itu." Dengan demikian
ketika bhikkhu melakukan pindapata, mereka menerima dan
berterima kasih atas apapun yang diberikan, apakah itu daging
atau bukan. Ini tidak saja melukai perasaan para dermawan
tetapi juga merusak praktik kebhikkhuan untuk melepaskan
diri dari kemelekatan, jika ia berkata, "Saya tidak
makan daging, jadi tolong berikan lagi sayuran lezat itu."
Namun, hanya daging yang berasal dari hewan dimana bhikkhu
itu tidak memerintahkan untuk dipotong, tidak melihat, mendengar,
atau menduga bahwa hewan dipotong untuknya, ia diizinkan
untuk memakannya. Bagaimanapun, adalah bijaksana bagi orang
yang melakukan persembahan untuk mengingat bahwa dasar utama
ajaran Sang Buddha adalah tidak menyakiti mahluk lain, dan
memilih apa yang akan mereka persembahkan.
Dengan dasar melepaskan diri dari kemelekatan,
welas asih pada mahluk lain ditekankan, khususnya dalam
tradisi Mahayana. Jadi, untuk praktisi dianjurkan untuk
tidak makan daging untuk menghindari rasa sakit yang dialami
oleh mahluk lain dan mencegah tukang daging melakukan perbuatan
negatif. Juga, karena getaran yang timbul dari daging, akan
mengganggu praktisi awam untuk mengembangkan welas asih
yang lebih luas. Oleh karena itu, vegetarianisme dianjurkan.
Jalan Tantra atau Vajrayana memiliki
empat kelas. Di kelas bawah, kebersihan dan kesucian eksternal
ditekankan sebagai teknik bagi praktisi untuk membangkitkan
kesucian batin. Oleh karena itu, praktisi pada tingkat itu
tidak makan daging, yang dianggap tidak suci. Di sisi lain,
pada tingkat yoga tantra tertinggi, dengan dasar ketidakmelekatan
dan welas asih, praktisi yang berkualitas bermeditasi pada
sistem syaraf halus, dan untuk itu, elemen-elemen tubuh
harus sangat kuat. Jadi, daging direkomendasikan bagi orang
ini. Kelas tantra ini menekankan pada transformasi objek-objek
biasa melalui meditasi pada kekosongan. Praktisi ini, dengan
kebajikan pada meditasi yang mendalam, tidak makan daging
dengan rakus untuk kesenangannya sendiri.
Di Tibet, ada faktor tambahan untuk
dipertimbangkan, oleh karena ketinggian tempat dan cuaca
yang tidak bersahabat, hanya sedikit yang bisa dimakan di
samping gandum, produk susu, dan daging. Untuk hidup, orang
perlu makan daging. Yang Mulia Dalai Lama mendorong orang
Tibet di pengasingan, yang hidup di negeri di mana banyak
sayuran dan buah, menahan diri untuk makan daging bila mungkin.
Juga bila praktisi memiliki masalah berat dengan kesehatannya
bila tidak makan daging, maka guru dapat mengizinkannya
memakan daging. Jadi, masing-masing harus memeriksa tingkatan
praktik dan kebutuhan tubuh dan makan semestinya.
Kenyataan bahwa ada sejumlah cara dalam
doktrin Buddhis membuktikan kemampuan Sang Buddha dalam
membimbing umat sesuai watak dan kebutuhan mereka. Sangat
penting untuk tidak berat sebelah dan sektarian, tetapi
menaruh hormat pada semua tradisi dan praktisinya.
Mengapa
beberapa bhikkhu dan bhikkhuni mengenakan jubah oranye sedangkan
yang lain berpakaian merah tua, abu-abu, atau hitam?
Oleh karena ajaran Sang Buddha
menyebar dari satu negara ke negara lain, perihal berpakaian
menjadi fleksibel dan menyesuaikan pada budaya dan mentalitas
orang di daerah itu, tanpa mengubah intisari dan maknanya.
Jadi, gaya jubah Sangha bermacam-macam. Di Sri Lanka, Thailand,
Burma, dll jubahnya berwarna oranye dan tanpa lengan, seperti
jubah pada masa kehidupan Sang Buddha. Namun, di Tibet bahan
celupan untuk warna itu tidak tersedia, jadi warna yang
lebih tua, merah tua digunakan. Di Cina orang-orang menyatakan
bahwa kurang sopan memperlihatkan kulit, jadi pakaian disesuaikan,
kostum berlengan panjang dari Dinasti T’ang yang digunakan.
Kebudayaan melihat warna oranye terlalu cerah bagi orang
yang berada pada jalan agama, jadi warnanya diubah jadi
abu-abu. Namun semangat dari jubah asli tetap tersimpan
dalam bentuk tujuh dan sembilan jubah luar berwarna coklat,
kuning, dan merah.
Cara kebaktian di berbagai negara juga berbeda, mengikuti
kebudayaan dan bahasa dari tempat itu. Alat musiknya juga
berbeda, seperti halnya cara bernamaskara. Orang Cina berdiri
ketika mereka melakukan kebaktian, orang Tibet duduk. Variasi
ini dikarenakan adaptasi budaya. Adalah penting untuk mengerti
bahwa bentuk luar dan cara melakukannya bukanlah Dharma.
Hal demikian adalah alat untuk membantu kita mempraktikkan
Dharma secara lebih baik menurut budaya dan tempat kita
tinggal. Namun Dharma yang sebenarnya tidak dapat dilihat
oleh mata kita atau didengar oleh telinga kita. Dharma adalah
sesuatu yang dialami oleh batin kita. Dharma yang sebenarnya
adalah apa yang harus kita tekankan dan memberi perhatian,
bukan pada penampakkan luar yang dapat bermacam-macam dari
satu daerah ke daerah lain.
SANG
BUDDHA
Siapa
itu Sang Buddha? Jika beliau hanya seorang manusia, bagaimana
beliau membantu kita?
Ada banyak cara menggambarkan
siapakah Sang Buddha itu, menurut berbagai cara memahaminya.
Interpretasi yang berbeda-beda ini bersumberkan pada ajaran
Sang Buddha. Satu cara adalah dengan melihat Buddha historis
yang hidup 2500 tahun silam sebagai manusia yang menyucikan
batinnya dari noda-noda dan membangun semua potensinya.
Mahluk apapun juga yang melakukan hal serupa juga dianggap
seorang Buddha, jadi ada banyak Buddha bukan hanya satu.
Cara lain untuk memahami Buddha tertentu atau mahluk-mahluk
suci Buddhis adalah sebagai batin maha tahu dimanifestasikan
dalam aspek fisik tertentu dengan tujuan berkomunikasi dengan
kita. Masih ada cara lain melihat Sang Buddha - atau mahluk
suci Buddhis yang mencapai pencerahan – sebagai pemunculan
Buddha yang akan datang yang mana kita akan menjadi Buddha
ketika kita dengan tepat dan sepenuhnya menempuh jalan menyucikan
batin dari noda-noda dan membangun semua potensi kita. Mari
kita teliti masing-masing cara ini secara lebih mendalam…
BUDDHA
HISTORIS
Buddha historis, Sakyamuni, dilahirkan
sebagai seorang pangeran dan memiliki segalanya dalam hal
material dan kekayaan, sebuah keluarga yang mengasihi, ketenaran,
reputasi, dan kekuasaan. Ia melihat meskipun hal demikian
membawa kebahagiaan duniawi yang sementara, hal ini tidak
akan bisa membawa kebahagiaan selama-lamanya. Jadi, ia meninggalkan
lingkungan istana untuk menjadi pertapa mencari kebenaran.
Setelah melaksanakan siksaan fisik selama enam tahun, ia
melihat bahwa peyangkalan diri yang ekstrim juga bukanlah
jalan mencapai kebahagiaan sejati. Pada titik ini, ia duduk
di bawah pohon bodhi, dan dalam meditasi yang mendalam ia
menyucikan batinnya dari semua konsep yang salah, tindakan
yang tercemar dan semua jejaknya, dan membawa kesempurnaan
potensi dan kualitas-kualitas yang baik. Ia dengan welas
asih yang agung, kebijaksanaan dan kemahiran, memberi ajaran,
yang menjadikan orang lain bisa secara bertahap menyucikan
batinnya, membangun potensi mereka, dan mencapai realisasi
yang sama dan kebahagiaan yang ia miliki.
Bagaimana mungkin orang demikian dapat
menolong kita dari masalah dan penderitaan kita? Ia pasti
tidak dapat menarik emosi pengganggu dari batin kita seperti
halnya mengeluarkan duri dari kaki seseorang. Ia tidak bisa
juga membersihkan noda-noda kita dengan air, atau menuangkan
realisasinya ke dalam batin kita. Sang Buddha memiliki welas
asih tiada batas kepada semua mahluk hidup dan menyayangi
kita melebihi dirinya sendiri, jadi bila penderitaan kita
dapat dikurangi oleh tindakan Sang Buddha, ia tentu sudah
melakukannya.
Namun demikian, pengalaman kita, kebahagiaan
atau penderitaan kita, tergantung pada batin kita sendiri.
Tergantung pada apakah kita dapat menerima tanggung jawab
untuk mengatasi perasaan menderita dan perbuatan kita. Sang
Buddha menunjukkan metode melakukan ini, metode yang ia
sendiri gunakan untuk berubah dari mahluk biasa yang bingung
seperti kita saat ini menjadi kondisi penyucian total dan
pencerahan sempurna, atau kebudhaan. Hal itu tergantung
pada kita mempraktikkan dan mentranformasikan batin kita
sendiri. Buddha Sakyamuni adalah orang yang melakukan apa
yang ingin kita lakukan - mencapai kebahagiaan selama-lamanya.
Ia mengajarkan pada kita melalui kisah hidupnya dan beragam
pengajaran yang ia berikan. Tetapi ia tidak dapat mengontrol
batin kita, hanya kita sendirilah yang dapat melakukannya.
Pencerahan kita tergantung tidak saja dari jalan yang diperlihatkan
oleh Sang Buddha, melainkan juga usaha kita untuk mengikuti
jalan itu.
Hal itu seperti bila kita ingin pergi
ke London. Pertama kita mencari tahu apakah tempat yang
namanya London benar-benar ada, kemudian kita mencari seseorang
yang pernah ke sana dan yang memiliki kemampuan dan keinginan
untuk memberikan pada kita semua informasi perjalanan. Adalah
bodoh untuk mengikuti orang yang tidak pernah ke sana, karena
ia tanpa sengaja dapat membuat kesalahan dalam penjelasannya.
Seperti halnya Sang Buddha yang telah mencapai penyucian
total dan pencerahan sempurna, ia memiliki kebijaksanaan,
welas asih, dan kemahiran untuk menunjukkan sang jalan pada
kita. Suatu kesia-siaan kita mempercayai pedoman seseorang
yang belum mencapai pencerahan bagi dirinya sendiri.
Pemandu wisata kita dapat memberikan
informasi tentang apa yang perlu dibawa dalam perjalanan
dan apa yang dapat ditinggalkan. Ia dapat menceritakan pada
kita bagaimana berganti pesawat, bagaimana mengenal bermacam-macam
tempat yang akan kita lalui, apa marabahaya yang dapat kita
temui sepanjang jalan dan seterusnya. Sama halnya, Sang
Buddha telah menggambarkan bermacam-macam tingkatan dari
jalan dan tahapan, bagaimana melangkah maju dari satu jalan
ke jalan lain, kualitas yang kita perlukan dan kembangkan,
dan mana yang perlu ditinggalkan. Namun, seorang pemandu
wisata tidak dapat memaksa kita menempuh perjalanan - ia
hanya dapat menunjukkan jalan. Kita harus ke bandara dan
naik pesawat sendiri. Juga halnya, Sang Buddha tidak dapat
memaksa kita mempraktikkan sang jalan. Ia memberikan ajaran
dan memperlihatkan dengan contoh bagaimana melakukannya,
tapi kita harus melakukannya sendiri.
SANG
BUDDHA SEBAGAI MANIFESTASI
Cara kedua memikirkan Sang Buddha adalah
sebagai manifestasi batin maha tahu dalam bentuk fisik.
Mahluk-mahluk yang dinamakan Buddha adalah maha mengetahui
karena mereka mencerna semua fenomena yang ada sejelas kita
melihat telapak tangan kita sendiri. Mereka mencapai kemampuan
ini dengan sepenuhnya mengembangkan kebijaksanaan dan welas
asihnya, sehingga menghilangkan semua cacat. Tetapi kita
tidak dapat berkomunikasi secara langsung dengan batin maha
tahu para Buddha sebab kita tidak memiliki kekuatan batin
(abhinna). Agar para Buddha dapat mewujudkan janji mereka
yang paling dalam untuk membimbing semua mahluk mencapai
pencerahan, mereka harus berkomunikasi dengan kita, dan
untuk itu, mereka menjadi bentuk fisik. Dengan cara ini,
kita dapat membayangkan Buddha Sakyamuni sebagai mahluk
yang telah tercerahkan, dan muncul sebagai pangeran ke dunia
untuk mengajar kita.
Tetapi bila Beliau telah tercerahkan,
bagaimana bisa Beliau terlahir kembali? Sakyamuni tidak
terlahir kembali atas kontrol dari emosi-emosi pengganggu
(kilesa) dan perbuatan tercemar (karma) seperti mahluk biasa,
oleh karena ia telah menghilangkan noda-noda dari batinnya.
Namun, ia dapat muncul ke dunia ini dengan kekuatan welas
asih.
Ketika membayangkan Sang Buddha sebagai
manifestasi, jangan menekankan pada Sang Buddha sebagai
pribadi. Lebih dari itu, berkonsentrasilah pada kualitas-kualitas
batin maha tahu yang muncul dalam bentuk fisik orang. Ini
adalah cara yang lebih abstrak dalam memahami Sang Buddha,
jadi kita memerlukan usaha lebih untuk memikirkan dalam
cara ini dan memahaminya.
Dengan cara yang sama, mahluk suci
Buddhis yang tercerahkan dapat dilihat sebagai manifestasi
batin maha tahu. Mengapa begitu banyak mahluk suci bila
semua mahluk yang mencapai pencerahan memiliki realisasi
yang sama? Ini karena masing-masing penampakkan fisik menekankan
dan mengkomunikasikan dengan aspek yang berbeda dari kepribadian
kita. Ini menunjukkan cara-cara yang mahir dari para Buddha.
Sebagai contoh, Avalokiteshvara (Kuan Yin, Chenresig) adalah
manifestasi dari welas asih semua Buddha. Meski memiliki
semua welas asih dan kebijaksanaan dari Para Buddha, manifestasi
dari Avalokiteshvara menekankan pada welas asih. Dengan
memikirkan, berdoa pada, dan meditasi pada Avalokiteshvara,
kita dapat mengembangkan semua kualitas dari para Buddha,
dan terutama welas asih kita akan berkembang lebih cepat.
Warna putih dari Avalokiteshvara menekankan
pada kesucian, dalam hal ini penyucian dari keakuan melalui
welas asih. Ribuan lengan, masing-masing dengan sebuah mata
pada telapak tangan, mengekspresikan bagaimana welas asih
tanpa batas melihat semua mahluk hidup dan berkeinginan
untuk mencapai dan membantu mereka. Dengan memvisualisasikan
welas asih dalam aspek fisik ini, kita berkomunikasi dengan
welas asih dalam cara simbolik dan non-verbal.
Manjushri adalah manifestasi kebijaksanaan
semua Buddha, demikian juga dengan Manjushri, memiliki realisasi
yang sama dengan semua Buddha. Manjushri, yang ditemukan
dalam tradisi Tibet, digambarkan berwarna kuning, memegang
pedang menyala dan setangkai bunga teratai dengan Sutra
Kebijaksanaan Sempurna (Prajna Paramita Sutra). Bentuk
fisik ini adalah simbol dari realisasi "yang mendalam".
Warna kuning mewakili kebijaksanaan, yang menerangi batin
seperti cahaya keemasan matahari menyinari bumi. Pedang,
juga, mewakili kebijaksanaan dalam fungsinya memotong ketidaktahuan.
Memegang Sutra Kebijaksanaan Sempurna menunjukkan
cara kita mengembangkan kebijaksanaan adalah dengan belajar,
merenungkan, dan meditasi pada sutra ini. Dengan memvisualisasikan
dan bermeditasi pada Manjushri, kita dapat mencapai kualitas
seorang Buddha, khususnya kebijaksanaan.
Dengan cara ini kita dapat mengerti
mengapa ada begitu banyak mahluk suci. Tiap mahluk suci
menekankan aspek tertentu dari kualitas pencerahan, agar
dapat berkomunikasi atas kualitas itu pada kita secara simbolis.
Ini tidaklah berarti, bahwa tidak ada mahluk Avalokiteshvara,
untuk pada satu tingkatan, kita dapat mengerti bahwa Buddha
welas asih adalah seseorang yang tinggal di Tanah Suci.
Pada tingkatan lain, kita dapat melihatnya sebagai manifestasi
welas asih dalam bentuk fisik. Jangan bingung karena Avalokiteshvara
adalah terkadang dalam bentuk laki-laki dan terkadang berbentuk
wanita. Ini bukan karena ia tidak bisa memutuskan! Batin
yang tercerahkan sebenarnya melampaui apakah laki-laki atau
wanita. Ini hanyalah penampakkan agar dapat berkomunikasi
dengan kita mahluk biasa yang sangat terpengaruh oleh bentuk.
Mahluk yang tercerahkan dapat muncul dalam bermacam-macam
tubuh.
Inti dari semua manifestasi ini adalah
sama: batin maha tahu dari kebijaksanaan dan welas asih.
Semua Buddha dan mahluk suci tidaklah berbeda seperti sebuah
apel berbeda dari sebuah jeruk. Lebih dari itu, mereka memiliki
hakikat yang sama, hanya saja mereka muncul dalam bentuk
luar yang berbeda agar dapat berkomunikasi dengan kita dalam
cara yang berbeda. Dari segumpal tanah liat, sebuah pot,
vas bunga, piring, atau patung dapat dibuat. Intisari dari
bentuk-bentuk itu adalah sama - tanah liat - namun memiliki
fungsi berbeda tergantung bagaimana tanah liat dibentuk.
Dalam cara yang sama, intisari dari semua Buddha dan mahluk
suci adalah batin maha tahu dari kebijaksanaan dan welas
asih. Ini muncul dalam bentuk beraneka ragam yang menampilkan
fungsi yang beragam pula. Jadi, ketika kita ingin mengembangkan
welas asih, kita menekankan meditasi pada Avalokiteshvara,
ketika batin kita bodoh dan lamban kita menekankan praktik
Manjushri, Buddha Kebijaksanaan. Para Buddha ini memiliki
realisasi yang sama dan masing-masing memiliki kekhususan.
BUDDHA
YANG AKAN KITA CAPAI DI MASA MENDATANG
Cara ketiga mengerti Sang Buddha yang
kepadanya kita ambil perlindungan sebagai pemunculan dari
potensi kebuddhaan kita sendiri dalam bentuk yang telah
berkembang sepenuhnya. Semua mahluk memiliki potensi untuk
menjadi Buddha, karena kita semua memiliki batin yang jernih.
Saat ini batin kita dikaburkan oleh emosi pengganggu (kilesa)
dan perbuatan (karma). Melalui praktik yang berkelanjutan,
kita dapat memindahkan noda-noda ini dari arus batin kita
dan memelihara benih potensi yang kita miliki. Jadi, kita
dapat menjadi seorang Buddha ketika proses penyucian dan
pengembangan itu selesai. Ini adalah keunikan Buddhisme,
oleh karena di banyak agama ada jarak antara mahluk suci
dan manusia. Namun, Sang Buddha mengatakan bahwa tiap mahluk
memiliki potensi untuk kesempurnaan. Ini hanyalah masalah
terjun praktik dan menciptakan penyebab untuk meraih kesempurnaan.
Ketika kita memvisualisasikan Sang
Buddha atau mahluk suci dan memikirkannya sebagai Buddha
masa depan yang kelak kita akan mencapainya, kita membayangkan
sifat kebuddhaan kita yang tersembunyi dalam bentuk yang
telah berkembang lengkap. Kita memikirkan masa depan ketika
kita melengkapkan jalan penyucian total dan pencerahan sempurna.
Kita membayangkan masa depan pada saat sekarang, dan dengan
cara ini menegaskan kembali sifat-sifat luhur yang masih
tersembunyi pada diri kita. Ini juga membantu kita mengerti
bahwa apa yang pasti melindungi kita dari penderitaan adalah
praktik kita sendiri dan pencapaian pencerahan.
Cara-cara berbeda dalam memahami Sang
Buddha secara berurutan lebih sulit dimengerti. Kita mungkin
tidak dapat memahaminya seketika. Hal itu bukan masalah.
Interprestasi yang beragam dijelaskan karena orang-orang
memiliki cara berbeda dalam pemahaman. Kita tidak diharapkan
untuk mengerti semua dalam satu cara atau mengerti semuanya
seketika.
BERHALA
& PERSEMBAHAN
Apakah
umat Buddha menyembahyangi berhala?
Tidak sama sekali! Sebungkah tanah
liat atau perunggu atau giok bukanlah objek dari penghormatan
dan doa kita. Ketika kita bersujud di hadapan gambar Buddha,
kita mengingat kualitas dari mahluk yang tercerahkan. Adalah
cinta kasih tak terbatas dan welas asih, kedermawananan,
moralitas, kesabaran, usaha yang penuh kegembiraan, konsentrasi
dan kebijaksanaan mereka yang kita hormati. Patung atau
lukisan, mengingatkan kita akan kualitas, bukannya tanah
liat, yang kita sujudkan. Kita tidak butuh sebuah patung
di depan kita untuk bersujud atau menghormat pada para Buddha
dan kualitas mereka.
Misalnya, jika kita bepergian ke suatu
tempat yang jauh dari keluarga, kita memikirkan mereka dan
merasakan cinta kasih yang besar. Tetapi kita juga senang
memiliki foto mereka untuk mengingatnya dengan lebih baik.
Ketika kita melihat ke foto dan merasa cinta pada keluarga
kita, kita tidak mencintai kertas dan tinta dari foto! Foto
hanyalah memperkuat memori kita. Serupa dengan patung atau
gambar Sang Buddha.
Dengan memperlihatkan rasa hormat pada
para Buddha dan kualitas mereka, kita terinspirasi untuk
mengembangkan kualitas luar biasa mereka pada arus batin
kita. Kita menjadi seperti orang yang kita hormati. Ketika
kita mengambil contoh kebaikan cinta kasih dan kebijaksanaan
para Buddha, kita berusaha keras untuk menjadi seperti mereka.
Apa
tujuan memberikan persembahan pada Sang Buddha?
Kita tidak memberikan persembahan karena
Sang Buddha membutuhkan persembahan kita. Ketika seseorang
telah menyucikan noda-noda dan menikmati suka cita yang
datang dari kebijaksanaan, ia pasti tidak membutuhkan sebatang
dupa untuk bahagia! Tidak pula kita memberikan persembahan
untuk mendapatkan kemurahan hati Sang Buddha. Sang Buddha
mengembangkan cinta kasih dan welas asih tak terbatas dulu
kala dan tidak akan goyah oleh sanjungan dan suapan seperti
mahluk biasa! Memberikan persembahan adalah sebuah cara
menciptakan potensi positif dan mengembangkan batin kita.
Saat ini, kita memiliki kemelekatan yang berlebihan dan
kekikiran. Kita menyimpan yang paling besar dan terbaik
bagi kita sendiri dan memberikan kualitas dua atau sesuatu
yang tidak kita inginkan kepada orang lain. Dengan sifat
mementingkan diri sendiri, kita selalu merasa miskin dan
tidak puas, tidak peduli berapa banyak yang kita miliki.
Kita senantiasa merasa kehilangan sekecil apapun yang kita
miliki. Sikap terhadap objek material ini membuat batin
kita gelisah, dan menyebabkan kita melakukan tindakan curang
untuk mendapatkan hal yang lebih banyak atau menjadi tidak
baik pada orang lain untuk melindungi apa yang kita punyai.
Adalah untuk menghancurkan kebiasaan
buruk kemelekatan dan kekikiran itulah kita memberikan persembahan.
Ketika kita memberikan persembahan, kita ingin melakukannya
tanpa merasa kehilangan. Untuk alasan inilah bahwa dalam
tradisi Tibet, tujuh mangkok air dipersembahkan di altar.
Air dapat diperoleh dengan mudah sehingga kita dengan mudah
mempersembahkannya tanpa kemelekatan atau kekikiran. Dengan
mempersembahkan seperti ini, kita membiasakan diri sendiri
dengan batin dan tindakan memberi. Jadi kita merasa kaya
ketika kita memberi dan merasa senang berbagi barang yang
bagus kepada orang lain.
Oleh karena para Buddha, Bodhisattva,
dan arahat adalah mahluk tertinggi, maka baik untuk melakukan
persembahan pada mereka. Kita biasanya memberi sesuatu pada
teman kita karena kita suka mereka. Disini, kita mempersembahkan
pada mahluk suci karena kita tertarik pada kualitas mereka.
Kita tidak seharusnya memberikan persembahan dengan motivasi
menyuap para Buddha, "Saya persembahkan dupa padaMu,
kini kamu harus mengabulkan doaku!" Kita memberi dengan
sikap penuh hormat dan baik. Jika kemudian kita membuat
permintaan, kita melakukannya dengan kerendahan hati. Jangan
berpikir bahwa mereka tidak menerima persembahan hanya karena
bunga dan buah masih ada di altar keesokan harinya. Mereka
dapat menerimanya tanpa mengambil.
Apakah
ada arti simbolis tiap-tiap persembahan?
Ya. Bunga melambangkan kualitas para
Buddha dan Bodhisatva, dupa melambangkan keharuman sucinya
moral. Cahaya menyimbolkan kebijaksanan, dan keharuman melambangkan
keyakinan. Mempersembahkan makanan adalah seperti memberikan
makanan pada kosentrasi dalam meditasi dan musik menyimbolkan
ketidakkekalan dan kekosongan dari semua fenomena.
Pada saat kita secara fisik mempersembahkan
setangkai bunga, secara mental kita dapat membayangkan keseluruhan
langit terisi oleh bunga-bunga cantik dan mempersembahkannya
juga. Ini memperkaya batin kita untuk membayangkan hal-hal
baik dan kemudian mempersembahkannya pada para Buddha dan
Bodhisatva.
Seharusnyakah
kita mempersembahkan makanan kita sebelum memakannya?
Ya. Normalnya kita langsung menyantap
makanan dalam piring dengan kemelekatan, sedikit perhatian,
dan bahkan tidak benar-benar menikmati. Sekarang, kita berhenti
sejenak sebelum makan dan membayangkan makanan sebagai amrita
(minuman para dewa) yang penuh kebahagian. Ini dipersembahkan
pada Buddha kecil yang terbuat dari cahaya di tengah hati
kita (chakra). Buddha itu menikmati makanan dan memancarkan
lebih banyak cahaya yang mengisi keseluruhan tubuh dan membuat
kita penuh kebahagian. Dengan cara ini, kita memperhatikan
Buddha dan proses makan. Kita menciptakan potensi positif
dengan mempersembahkan pada Buddha, dan kita juga lebih
menikmati makanan itu.
Sebelum makan, beberapa orang suka
membacakan doa: "Semoga kita dan rekan sekeliling kita
tidak pernah terpisahkan dari Tiga Mustika (Buddha, Dharma,
dan Sangha) dalam kehidupan yang akan datang. Semoga kita
terus menerus membuat persembahan pada Tiga Mustika dan
semoga kita menerima inspirasi dari Tiga Mustika."
BERDOA
& MENDEDIKASIKAN POTENSI POSITIF
Mengapa
berdoa?Apakah doa dapat dipenuhi?
Ada banyak jenis doa. Beberapa menuntun
dan memberi inspirasi bagi batin menuju tujuan tertentu,
jadi menciptakan penyebab bagi kita untuk mencapainya. Contohnya
adalah berdoa agar lebih toleran dan iba kepada yang lain.
Doa lainnya untuk orang atau situasi khusus, seperti berdoa
agar penyakit seseorang dapat sembuh. Agar doa-doa dapat
dikabulkan tergantung lebih dari sekedar berdoa: penyebab
yang tepat harus diciptakan. Jadi tidak sekedar berkata:
"Tolonglah, Buddha, buatlah ini dan itu terjadi, tetapi
saya akan santai dan minum teh saat kamu kerjakan!"
Contohnya, jika kita berdoa agar lebih
penuh cinta kasih dan iba namun tidak berusaha apa-apa untuk
mengendalikan amarah kita, kita tidak menciptakan penyebab
dari doa itu agar terkabulkan. Transformasi dari batin kita
datang dari usaha kita sendiri, dan kita berdoa demi inspirasi
Buddha untuk mencapainya. "Menerima berkah dari para
Buddha" tidaklah berarti bahwa sesuatu yang nyata datang
dari para Buddha dan masuk ke diri kita. Ini berarti batin
kita mengalami tranformasi melalui gabungan antara usaha
pengajaran dan petunjuk para Buddha dan Bodhisattva dan
praktik kita sendiri. Jadi, kita tidak dapat berdoa terlahir
di tanah suci dan mengharapkan para Buddha dan Bodhisattva
untuk mewujudkan hal itu! Kita juga harus berusaha menerapkan
ajaran: kita secara bertahap mengembangkan ketidakmelekatan
dari kesenangan duniawi, kita mempraktikkan welas asih semaksimal
mungkin, dan kita membangkitkan kebijaksanaan. Nah, berdoa
barulah memiliki dampak besar bagi batin kita. Namun, jika
kita tidak melakukan apapun untuk memperbaiki kebiasaan
buruk badan, ucapan, dan batin, dan jika batin kita kacau
selama berdoa, maka hasilnya minimal.
Doa kita untuk kesembuhan atau peningkatan
keuangan keluarga atau sanak keluarga yang telah meninggal
untuk terlahir lebih baik, semua ini tergantung pada yang
bersangkutan sendiri menciptakan penyebab yang diperlukan.
Jika ia memiliki penyebab itu, doa kita merupakan kondisi
bagi benih kebajikan yang ia lakukan di masa lampau untuk
masak dan membawa hasil. Namun, jika orang tersebut tidak
menciptakan benih penyebab melalui perbuatan baiknya dulu,
maka sulit untuk terkabulkannya doa kita. Kita dapat memberi
pupuk dan air ke tanah, tapi jika petani belum menanam bibit,
maka tidak ada yang tumbuh.
Ketika menggambarkan bagaimana penyebab
dan akibat bekerja dalam rangkaian mental kita, Sang Buddha
berkata bahwa pembunuhan menyebabkan usia pendek. Baik itu
menghindari pembunuhan dan menolong nyawa mahluk lain menyebabkan
kita berusia panjang, bebas dari penyakit. Jika kita mengabaikan
nasihat dasar ini dan lalu berdoa agar memiliki umur panjang
dan sehat, kita kehilangan maknanya! Di sisi lain, jika
di masa lalu orang yang bersangkutan telah menghindari pembunuhan
dan telah melindungi nyawa mahluk lain, maka doa untuknya
dapat terkabulkan.
Dalam cara yang sama, Sang Buddha berkata
bahwa kedermawanan adalah sebab dari kekayaan. Jika kita
dermawan di kehidupan lalu dan kini berdoa agar kekayaan
kita bertambah, maka keuangan kita dapat meningkat. Tapi,
jika kita pelit sekarang, kita menciptakan penyebab dari
kemiskinan, bukan kekayaan, di masa mendatang. Bersifat
dermawan, menolong orang yang membutuhkan dan berbagi apa
yang kita miliki, akan membawa hasil yang diinginkan suatu
saat nanti di masa mendatang. Di sisi lain, ketika kita
mengalami beberapa kesulitan dalam hidup, adalah baik menanyakan
diri kita sendiri, "Apa perbuatan yang kuperbuat yang
menyebabkan semua ini?" Ini kita pelajari dari ajaran
Sang Buddha. Kemudian kita dapat mengubah tingkah laku kita
guna menghindari lebih banyak benih yang berbuah hasil yang
tidak diinginkan.
Apa
peran melafalkan sutra dalam pengembangan spritual kita?
Pelafalan sutra dapat sangat bermanfaat
jika digabungkan dengan motivasi yang tepat yaitu keinginan
untuk mempersiapkan kehidupan mendatang, berusaha keras
membebaskan diri dari roda samsara, atau bertujuan mencapai
pencerahan dari Buddha dengan motivasi membahagiakan mahluk
lain. Juga, agar pelafalan sutra berguna membantu kita membangkitkan
batin positif, kita perlu berkonsentrasi dan membayangkan
arti dari sutra yang kita bacakan. Tidak banyak manfaat
jika kita melafalkan sutra ketika kita memikirkan makanan
atau pekerjaan atau pesta. Sebuah tape rekaman juga bisa
melafalkan nama para Buddha dan mengucapkan doa! Mari kita
usahakan apa yang kita pikirkan berhubungan dengan apa yang
mulut kita lafalkan, maka melafalkan sutra sangat kuat dan
bermanfaat.
Namun, praktik spritual yang lengkap
adalah lebih dari sekedar melafalkan sutra. Adalah baik
mendengarkan ceramah, merenungkan artinya dan menerapkannya
dalam kehidupan kita sehari-hari, sehingga mengembangkan
perbuatan baik dengan tubuh, ucapan dan batin kita. Kita
tidak dapat terbebas dari samsara hanya dengan melafalkan
sutra saja, meditasi yang mendalam perlu untuk membangkitkan
kebijaksanaan merealisasi ketanpaakuan.
Dapatkah
"nilai kebajikan" ditransfer ke orang yang telah
meninggal?
"Mendedikasikan" daripada
"mentransfer" nilai kebajikan (potensi positif)
mencakup pengertian yang lebih baik. Kita tidak dapat mentransfer
nilai kebajikan sama halnya dengan memindahkan kepemilikan
suatu harta atau dengan cara yang sama seperti saya memberikan
mobilku padamu karena kamu tidak punya. Sang Buddha menyatakan
bahwa siapapun yang menciptakan sebab akan mengalami akibat.
Saya tidak dapat menciptakan sebab dan kamu yang mengalami
hasilnya, karena jejak atau benih perbuatan telah tertanam
dalam rangkaian mentalku, bukan kamu. Jadi bila almarhum
tidak menciptakan perbuatan positif ketika masih hidup,
kita tidak dapat menciptakan karma baik dan kemudian memberikan
karma baik kita agar ia alami.
Namun demikian, doa dan persembahan
kita atas nama almarhum dapat menciptakan keadaan yang diperlukan
sehingga perbuatan positif yang mereka lakukan dapat berbuah.
Ketika benih ditanamkan ke lahan, ia butuh kondisi penunjang
yaitu cahaya matahari, air dan pupuk untuk tumbuh. Seperti
halnya benih dari perbuatan seseorang akan masak ketika
semua kondisi yang menunjang hadir. Jika almarhum telah
melakukan perbuatan baik pada saat ia hidup, maka potensi
positif tambahan yang kita ciptakan dengan melakukan persembahan
atau melakukan perbuatan bajik - melafalkan dan membaca
naskah Dharma, membuat patung Buddha, menyebarkan cinta
kasih dan welas asih pada semua mahluk, dan seterusnya -
dapat membantu mereka. Kita mendedikasikan potensi positif
dari perbuatan tersebut agar bermanfaat bagi almarhum, dan
ini dapat membantu benih baiknya masak.
Apa
itu nilai kebajikan? Apakah tidak mementingkan diri sendiri
melakukan perbuatan baik untuk mendapat nilai kebajikan,
seperti uang spiritual saja?
"Nilai kebajikan" (merit)
adalah kata dalam bahasa Inggris yang tidak memberikan pengertian
tepat. Ini seperti mendapat bintang emas di sekolah karena
kamu pintar, dan ini tidak berarti demikian dalam hal ini.
Pertama-tama, tidak ada yang menghadiahkan pada kita. Ketika
kita melakukan perbuatan baik, hal itu meninggalkan jejak
atau benih pada rangkaian mental kita, dan ketika kondisi
penunjang yang diperlukan muncul, maka akan berbuah. Bukan
benih atau jejak dalam arti fisik, namun yang tidak tampak,
sebuah potensi positif.
Tiada manfaatnya menggenggam potensi
positif layaknya uang spiritual. Bila demikian, kita mungkin
akan bertengkar dengan orang yang duluan melakukan persembahan
atau menjadi cemburu pada yang lain karena mereka lebih
banyak melakukan perbuatan bajik. Sikap seperti ini jelas
tidak begitu manfaat! Memang baik kita mengambil manfaat
dari kesempatan menciptakan potensi positif, kita seharusnya
melakukannya untuk meningkatkan diri, untuk menciptakan
sebab bagi kebahagiaan dan membantu mahluk lain, bukan untuk
kemelekatan atau kecemburuan.
Mengapa
potensi positif harus didedikasikan? Untuk siapa seharusnya
didedikasikan?
Adalah penting untuk mendedikasikan
potensi positif kita sehingga ia tidak hancur oleh amarah
atau pandangan salah kita. Seperti roda kemudi yang menuntun
kemana mobil pergi, dedikasi akan menuntun bagaimana potensi
positif kita matang. Paling baik adalah mendedikasikan pada
tujuan yang luas dan mulia. Jika kita melakukannya, semua
hasil kecil dengan sendirinya datang. Jika kita bertujuan
pergi ke London, kita akan melewati Delhi dan Kuwait sepanjang
jalan, kita tidak butuh tiket khusus ke sana. Sama halnya,
jika kita dedikasikan potensi positif kita, betapapun kecilnya,
menuju kebahagiaan sejati dan pencerahan semua mahluk, ini
otomatis termasuk mendedikasikan kelahiran baik dan kebahagiaan
keluarga dan teman.
Beberapa orang berpikir, "Saya
memiliki begitu sedikit potensi positif, jika saya dedikasikan
untuk kebahagiaan setiap orang, maka tidak ada yang tersisa
untukku sendiri." Ini tidak benar. Dengan mendedikasikan
potensi positif kita pada mahluk lain, tidak berarti kita
kekurangan untuk diri sendiri. Kita tidak akan menjadi miskin
dengan berbagi hasil baik dari perbuatan kita pada mahluk
lain. Ketika mendedikasikan potensi positif kita untuk manfaat
semua mahluk, kita masih dapat mendoakan sesuatu, untuk
kebahagian orang tertentu yang sedang mengalami kesulitan
saat itu.
KELAHIRAN
KEMBALI vs PENCIPTAAN
Apa
itu kelahiran kembali?
Kelahiran kembali berkaitan dengan
batin seseorang yang mengambil tubuh yang baru. Tubuh dan
batin kita adalah dua hal terpisah: tubuh adalah zat dan
terbuat dari atom. Batin berarti semua pengalaman emosi
dan pencerapan kita, dan tidak berbentuk. Ketika tubuh dan
batin bersatu, kita hidup, saat kematian, keduanya terpisah.
Tubuh menjadi mayat, dan batin berlanjut dengan menempati
tubuh lain.
Bagaimana
batin kita mulai? Siapa atau apa yang menciptakannya?
Tiap kejadian dari batin adalah kelanjutan
dari kejadian sebelumnya: siapa kita dan apa yang kita pikirkan
dan rasakan tergantung dari siapa kita kemarin. Batin kita
sekarang adalah kelanjutan dari batin kita kemarin. Itulah
sebabnya kita dapat mengingat apa yang terjadi pada kita
di masa lalu. Satu kejadian dari batin kita disebabkan oleh
kejadian sebelumnya dari batin kita. Kelanjutan ini dapat
dilacak balik saat kita kecil dan bahkan ke batin kita ketika
kita berupa janin di rahim ibu. Bahkan sebelum jadi janin
pun, arus batin kita ada: saat sebelumnya bergabung dengan
tubuh lain.
Tiada permulaan untuk batin kita. Siapa
yang bilang kalau harus ada permulaan? Kelanjutan batin
kita tidak terbatas. Ini mungkin konsep yang sulit dimengerti
awalnya, namun bila kita gunakan contoh garis bilangan,
maka konsep ini lebih mudah. Dari posisi"0", melihat
ke kiri, tidak ada bilangan negatif pertama, dan melihat
ke kanan tidak ada bilangan terakhir yang tertinggi. Satu
yang lebih selalu dapat ditambahkan. Dalam cara yang sama,
arus batin kita tiada berawal dan tiada berakhir. Kita semua
memiliki jumlah tidak terbatas akan kelahiran masa lalu,
dan batin kita akan terus berlanjut tidak terbatas. Tetapi,
dengan menyucikan arus batin kita, kita dapat membuat keberadaan
kita yang akan datang lebih baik daripada sekarang.
Sesungguhnya, sangat tidak mungkin
bagi arus batin kita untuk berawal. Oleh karena tiap kejadian
dari batin disebabkan oleh kejadian sebelumnya, jika ada
permulaan, maka dapat berarti bahwa kejadian pertama dari
batin tidak memiliki penyebab atau disebabkan oleh sesuatu
yang lain di luar kejadian sebelumnya dari batin. Kedua
alternatif tersebut adalah tidak mungkin, batin hanya dapat
diproduksi oleh kejadian sebelumnya dari batin dalam rangkaian
yang sama.
Apa
yang menghubungkan kehidupan seseorang dengan yang akan
datang? Apakah ada roh, atma, aku, atau pribadi nyata yang
pergi dari satu kehidupan ke yang lain?
Batin kita memiliki tingkatan kasar
dan halus. Rasa kesadaran yang melihat, mendengar, membaui,
mencicipi, merasakan sensasi sentuhan, dan kesadaran mental
yang kasar, yang selalu sibuk memikirkan ini dan itu, berfungsi
sangat aktif ketika kita hidup. Pada saat kematian, mereka
berhenti berfungsi dan terserap ke dalam kesadaran mental
yang halus. Batin halus ini menunjang benih perbuatan yang
telah kita lakukan. Adalah batin halus ini meninggalkan
tubuh, masuk ke alam antara (alam bardo) dan akhirnya terlahir
kembali di tubuh lain saat "konsepsi", kesadaran
indera kasar dan kesadaran mental kasar muncul lagi, dan
orang ini melihat, mendengar, berpikir, dll. Batin halus
ini, yang pergi dari satu kehidupan ke yang akan datang,
adalah fenomena yang berubah terus menerus. Untuk alasan
ini, tiada roh, atma, aku, atau pribadi nyata, maka dari
itu Sang Buddha mengajarkan doktrin ketanpaakuan.
Bagaimana
dunia tercipta?
Sesuatu yang tercipta timbul dari sebab
yang mampu memproduksinya. Sesuatu tidak dapat diciptakan
dari ketiadaan. Bentuk fisik dunia diproduksi oleh kejadian
sebelumnya. Ilmu pengetahuan sedang meneliti ini. Mereka
mungkin menemukan bahwa pada awalnya alam semesta kita,
ada elemen fisik yang halus yang mana dari itu alam semesta
tercipta. Elemen-elemen fisik halus ini, pada gilirannya,
adalah kelanjutan dari alam semesta yang muncul sebelum
kita. Jadi, kita dapat melacak (kilas balik) kelanjutan
dari bentuk ini secara tidak terbatas.
Mengapa
kita tidak dapat mengingat kehidupan kita di masa lampau?
Saat ini, batin kita dikaburkan oleh
ketidaktahuan, membuat kita sulit mengingat masa lampau.
Juga, banyak perubahan terjadi dalam tubuh dan batin kita
saat kita meninggal dan lahir kembali, membuat pengingatan
kembali menjadi sulit. Tetapi, kenyataan bahwa kita tidak
bisa mengingat sesuatu, bukan berarti hal itu tidak ada.
Terkadang kita bahkan tidak dapat mengingat dimana kita
meletakkan kunci mobil kita! Tidak dapat pula kita mengingat
makan malam kita sebulan yang lalu!
Ada orang-orang yang dapat mengingat
kehidupan lampaunya. Dalam masyarakat Tibet, ada sistem
pengenalan reinkarnasi dari guru dengan realisasi yang tinggi.
Kerap kali, sebagai anak kecil, orang-orang ini akan mengenal
teman atau barang miliknya di kehidupan sebelumnya. Beberapa
orang biasa juga dapat mengingat masa lalunya, mungkin melalui
meditasi atau hipnotis.
Apakah
penting mengetahui bagaimana kehidupan kita di masa lalu?
Tidak. Yang penting adalah bagaimana
kita hidup sekarang. Mengetahui bagaimana kita di masa lalu
hanya berguna jika hal itu membantu kita membangkitkan kebulatan
tekad yang kuat untuk menghindari perbuatan negatif dan
keluar dari perputaran roda samsara. Mencoba mencari tahu
siapa kita di masa lalu hanya untuk memenuhi rasa ingin
tahu tidaklah berguna. Hal itu bahkan dapat mendorong kesombongan
kita: "Wah saya dulu seorang raja. Saya terkenal dan
berbakat. Saya Einstein!" Lalu apa?! Sebenarnya, kita
telah pernah menjadi apa saja dan melakukan apa saja di
masa lalu di alam samsara ini. Yang penting sekarang adalah
kita menyucikan potensi negatif yang kita ciptakan sebelumnya,
menghindari menciptakannya lagi, dan mengeluarkan energi
untuk menghimpun potensi positif dan mengembangkan kualitas
baik kita.
Ada pepatah Tibet: "Jika kamu
ingin tahu kehidupanmu yang lalu, lihatlah tubuhmu sekarang.
Jika kamu ingin tahu kehidupanmu di masa mendatang, lihatlah
batinmu saat ini." Kita menerima kelahiran kembali
sekarang sebagai hasil dari perbuatan masa lalu kita. Terlahir
sebagai manusia adalah keberuntungan dan penyebabnya diciptakan
oleh kita yang menjaga moral dengan baik di masa lalu. Di
sisi lain, kelahiran kita mendatang ditentukan oleh perbuatan
yang kita lakukan sekarang, dan batinlah yang memotivasi
perbuatan kita lainnya. Jadi, dengan melihat sikap kita
sekarang dan meneliti apakah bajik atau non-bajik, kita
dapat berkesimpulan kelahiran kita nanti seperti apa. Kita
tidak perlu pergi ke peramal untuk bertanya jadi apa kita
nanti: sederhana saja kita melihat jejak yang kita tinggalkan
dalam rangkaian mental oleh perbuatan yang kita lakukan
sekarang.
KARMA:
FUNGSI DARI SEBAB & AKIBAT
Apa
itu karma? Bagaimana karma bekerja?
Karma berarti perbuatan, dan
merujuk pada perbuatan yang kita lakukan melalui tubuh,
ucapan, dan batin kita. Perbuatan ini meninggalkan jejak
atau benih dalam rangkaian mental kita, yang masak ke dalam
pengalaman kita ketika kondisi yang tepat datang bersamaan.
Benih dari perbuatan kita mengikuti kita dari kehidupan
yang satu ke kehidupan yang seterusnya tanpa pernah lepas.
Namun, bila kita tidak menciptakan sebab atau karma sesuatu,
maka kita tidak menerima hasilnya: jika petani tidak menanam
bibit, tiada yang tumbuh. Jika satu perbuatan membawa penderitaan
dan kesengsaraan, ia disebut negatif, destruktif, atau non-bajik.
Jika perbuatan membawa kebahagiaan maka ia disebut positif,
konstruktif, atau bajik. Perbuatan tidak dengan sendirinya
baik atau buruk tetapi disebut demikian dilihat dari hasil
yang ditimbulkannya.
Fungsi sebab akibat dalam rangkaian
mental kita adalah ilmiah. Semua hasil datang dari sebab
yang memiliki kemampuan untuk menghasilkannya. Jika anda
tanam bibit apel, sebuah pohon apel akan tumbuh, bukan cabe.
Jika bibit cabe yang ditanam, cabe akan tumbuh, bukan apel.
Dalam cara yang sama jika kita lakukan perbuatan positif,
kebahagiaan akan terjadi; jika perbuatan negatif dilakukan,
masalah akan muncul. Apapun kebahagiaan dan nasib baik yang
kita alami dalam kehidupan kita datang dari perbuatan positif
kita. Semua masalah kita datang dari perbuatan destruktif.
Apakah
karma atau hukum sebab akibat adalah sistem hukuman dan
hadiah? Apakah Sang Buddha menciptakan atau menemukan hukum
sebab akibat ini?
Tentu tidak. Tidak ada orang yang memberi
hadiah dan hukuman. Kita menciptakan sebab dengan perbuatan
kita dan mengalami hasilnya. Kita bertanggung jawab untuk
pengalaman kita sendiri. Tidak pula Sang Buddha menciptakan
sistem sebab akibat ini, sebagaimana halnya Newton tidak
menciptakan gravitasi. Sang Buddha hanya menggambarkan apa
yang ia lihat melalui kekuatan batin maha tahuNya menjadi
proses alami sebab akibat apa yang terjadi dalam rangkaian
mental mahluk hidup. Dengan melakukan ini, ia menunjukkan
bagaimana cara terbaik bekerja dalam hukum sebab akibat
untuk meraih kebahagiaan yang kita inginkan dan menghindari
penderitaan yang tidak kita sukai.
Konsep salah bahwa kebahagiaan dan
penderitaan adalah hadiah dan hukuman mungkin datang dari
kesalahan terjemahan kitab Buddhis ke dalam bahasa Inggris.
Saya telah melihat beberapa teks diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris menggunakan istilah dari agama lain. Ini
salah arah. Istilah seperti (heaven) "surga,"
(hell) "neraka," (sin) "dosa," (punishment)
"hukuman," (judgement) "peradilan,"
dan lainnya tidak sepenuhnya menjelaskan konsep Buddhis.
Kata yang tepat dalam bahasa Inggris yang mencakup pengertian
dari ajaran Buddha seharusnya digunakan.
Apakah
hukum sebab akibat hanya berlaku bagi orang yang mempercayainya?
Tidak. Sebab dan akibat berfungsi tidak
peduli kita menerimanya atau tidak. Perbuatan positif menghasilkan
kebahagiaan dan perbuatan destruktif menghasilkan penderitaan
apakah kita percaya atau tidak. Jika sebutir buah jatuh
dari pohon, ia jatuh ke bawah meski kita percaya ia akan
ke atas. Sangat ajaib bila yang kita butuhkan untuk menghindari
hasil perbuatan kita adalah dengan tidak mempercayai hasil
itu akan datang! Maka kita dapat makan semua yang kita mau
dan tidak pernah gemuk! Seseorang yang tidak percaya pada
kehidupan lampau dan sebab akibat dapat mengalami kebahagiaan
sebagai hasil dari perbuatannya di masa lalu. Dengan menolak
keberadaan hukum sebab akibat, dan seterusnya tidak berusaha
untuk mempraktikkan perbuatan konstruktif dan menghindari
perbuatan destruktif, orang itu menciptakan sedikit potensi
positif dan secara ceroboh menciptakan perbuatan negatif.
Di sisi lain, orang yang mengetahui sebab dan akibat akan
berusaha dengan penuh kewaspadaan apa yang mereka pikirkan,
ucapkan, dan lakukan untuk menghindari menyakiti mahluk
lain dan menghindari meninggalkan jejak buruk dalam rangkaian
mental mereka.
Mengapa
ada beberapa orang yang melakukan perbuatan negatif sukses
dan terlihat bahagia? Mengapa beberapa orang yang tidak
percaya fungsi sebab dan akibat memiliki kehidupan yang
baik?
Ketika kita melihat orang yang
tidak jujur memiliki kekayaan, atau orang kejam menerima
hormat dan kekuasaan, atau orang baik dirampok atau mati
muda, kita mungkin meragukan hukum sebab akibat. Ini karena
kita hanya melihat apa yang terjadi dalam periode kehidupan
singkat ini. Banyak hasil yang kita alami dalam kehidupan
ini hasil dari perbuatan di masa lalu, dan banyak perbuatan
yang kita lakukan saat ini akan masak hanya di kehidupan
mendatang. Kekayaan orang tidak jujur adalah hasil kedermawanannya
dalam kehidupan terdahulu. Ketidakjujuran mereka sekarang
meninggalkan benih karma bagi mereka untuk dicurangi dan
mengalami kemiskinan di kehidupan mendatang. Sama halnya,
kehormatan dan wewenang bagi orang kejam didasarkan pada
perbuatan baik yang mereka lakukan di masa lalu. Saat ini,
mereka menyalahgunakan kekuasaan, sehingga menciptakan sebab
bagi penderitaan yang akan datang. Orang baik yang mati
muda mengalami hasil dari perbuatan negatif seperti pembunuhan
di kehidupan lalu. Namun, kebaikan mereka sekarang menanam
benih atau jejak dalam rangkaian mental untuk kebahagiaan
mereka di masa mendatang.
Cara yang pasti perbuatan khusus mana
yang matang dan perbuatan tertentu apa yang kita lakukan
di masa lalu yang membawa hasil khusus di kehidupan sekarang
hanya dapat diketahui secara lengkap oleh batin maha tahu
Buddha. Apa yang tercantum di sutra dan tantra mengenai
perbuatan tertentu menghasilkan hasil tertentu adalah pedoman
umum. Namun, dalam situasi khusus, hal ini bisa beragam
sedikit tergantung sebab dan kondisi lainnya. Perbuatan
destruktif membawa penderitaan dan perbuatan konstruktif
membawa kebahagiaan tidak berubah. Tetapi dalam situasi
tertentu dari individu, perbuatan negatif misalnya pembunuhan
dapat matang di salah satu kelahiran di alam kehidupan yang
rendah. Ini tergantung pada banyak faktor yang dapat membuat
perbuatan ini berat atau ringan, seperti halnya kondisi
yang ada saat itu ketika bibit karma matang.
Apakah
kita mengalami hasil dari semua perbuatan kita?
Ketika bibit, meski kecil, ditanam
dalam tanah, bibit akan tumbuh: demikianlah, bibit tidak
tumbuh bila tidak menerima kondisi seperti air, cahaya matahari,
dan pupuk yang diperlukan bagi pertumbuhan mereka, atau
jika ia dibakar atau ditarik keluar dari tanah. Jalan satu-satunya
menumbangkan jejak atau bibit karma adalah dengan meditasi
pada kekosongan pada keberadaan yang berdiri sendiri. Ini
jalan menyucikan emosi-emosi pengganggu dan jejak karma
selengkapnya. Pada tingkatan kita, ini cukup sulit, tetapi
kita masih dapat menghentikan jejak berbahaya masak dengan
melakukan penyucian. Ini serupa dengan menahan bibit dari
menerima air, cahaya matahari, dan pupuk.
Bagaimana
kita menyucikan jejak negatif?
Penyucian dengan bantuan empat
kekuatan penawar adalah sangat penting. Ia tidak hanya mencegah
penderitaan mendatang, tetapi juga mengurangi perasaan bersalah
atau beban berat yang kita alami sekarang. Dengan membersihkan
batin kita, kita dapat mengerti Dharma dengan lebih baik,
dan kita menjadi lebih damai dan berkonsentrasi lebih baik.
Empat kekuatan penawar digunakan untuk menyucikan jejak
atau bibit negatif adalah:
1. penyesalan
2. kebulatan tekad untuk tidak
melakukan perbuatan itu lagi
3. mengambil perlindungan dan membangkitkan
sikap
mementingkan orang lain
4. praktik perbaikan yang nyata
Pertama, kita mengakui dan menyesal
melakukan perbuatan destruktif. Penyalahan diri dan rasa
bersalah tidak cukup berguna dan hanya menganiaya diri sendiri
secara emosi. Dengan penyesalan yang tulus, di sisi lain,
kita mengakui telah membuat kesalahan dan menyesal melakukannya.
Kedua, kita berbulat tekad tidak melakukan
perbuatan itu lagi. Jika perbuatan itu biasa dan sering
kali kita lakukan, seperti mengkritik orang lain, munafik
berkata kita tidak akan pernah melakukannya lagi seumur
hidup. Lebih baik memilih jumlah waktu yang realistik dan
bertekad kita akan mencoba tidak mengulangi perbuatan itu,
tetapi terutama lebih waspada dan berusaha selama batas
waktu tersebut.
Kekuatan ketiga adalah perlindungan.
Perbuatan destruktif kita secara umum berhubungan dengan
objek suci seperti Buddha, Dharma, dan Sangha, atau mahluk
lain. Untuk membangun kembali hubungan baik dengan mahluk
suci kita bertumpu pada mereka dengan mengambil perlindungan
atau mencari arahan dari mereka. Untuk memiliki hubungan
baik dengan mahluk lain kita membangkitkan sikap mementingkan
orang lain sehingga kita dedikasikan hati kita menjadi Buddha
agar dapat bermanfaat bagi mereka dengan cara terbaik.
Elemen keempat adalah melakukan perbuatan
perbaikan. Ini bisa apapun perbuatan baik: mendengarkan
ceramah, membaca buku Dharma, bersujud, melakukan persembahan,
melafal nama para Buddha, membaca mantra, membuat patung
atau gambar Buddha, menerbitkan buku Dharma, meditasi, dan
lain-lain. Perbuatan perbaikan yang paling kuat adalah meditasi
atas kekosongan.
Empat kekuatan penawar ini harus dilakukan
berulang kali. Kita telah melakukan perbuatan negatif banyak
kali, jadi wajar kita tidak berharap melawan mereka seketika.
Semakin kuat empat kekuatan penawar – semakin kuat penyesalan
kita, semakin teguh kebulatan tekad kita untuk tidak melakukan
perbuatan itu lagi, dan seterusnya – semakin kuatlah penyucian
itu. Sangat baik melakukan penyucian dengan empat kekuatan
penawar itu tiap malam menjelang tidur guna melawan perbuatan
destruktif yang kita lakukan sepanjang hari.
Jika
orang menderita karena perbuatan negatif mereka sendiri,
apakah hal ini berarti bahwa kita tidak dapat atau tidak
seharusnya melakukan apapun untuk membantu mereka?
Tidak sepenuhnya demikian! Kita
tahu bagaimana rasanya kesengsaraan, dan apa yang pasti
orang lain rasakan karena mengalami akibat perbuatan destruktif
mereka. Dengan empati dan welas asih, kita seharusnya membantu!
Kesulitan orang itu disebabkan oleh perbuatannya sendiri,
tapi tidak berarti kita diam saja dan santai berkata, "Oh,
malangnya. Kasihan deh lu. Kamu seharusnya tidak lakukan
perbuatan non-bajik itu."
Jangan memikirkan karma dengan cara
kaku. Ya, orang itu menciptakan sebab mengalami kesulitan
oleh perbuatannya sendiri, namun demikian ia juga mungkin
menciptakan sebab menerima bantuan kita! Tetapi lebih dari
itu, kita semua tahu apa yang akan kita rasakan bila berada
dalam situasi mengerikan tersebut. Kita semua sama-sama
menginginkan kebahagiaan dan tidak menginginkan penderitaan.
Tidak jadi masalah penderitaan atau masalah siapa, penderitaan
harus dihilangkan. Berpikir, "orang miskin jadi miskin
karena kepelitan masa lalu mereka. Saya akan mencampuri
proses alamiah sebab akibat jika coba membantu," adalah
konsep yang salah sepenuhnya. Kita tidak seharusnya mencoba
mencari alasan kemalasan atau kelesuan atau kemelekatan
kita pada posisi lebih superior dengan salah menginterpretasikan
sebab dan akibat. Perasaan welas asih dan tanggung jawab
universal penting bagi pengembangan spiritual kita sendiri
dan bagi perdamaian dunia.
KETIDAKKEKALAN
& PENDERITAAN
Dalam
Buddhisme, ada penekanan yang besar pada ketidakkekalan,
kematian, dan penderitaan. Tidakkah itu pendekatan untuk
kehidupan yang tidak sehat?
Tujuan merenungkan ketidakkekalan,
kematian, dan penderitaan bukanlah agar kita menjadi tertekan
dan kesenangan diambil dalam hidup. Tujuannya untuk membersihkan
diri kita dari kemelekatan dan harapan yang salah. Jika
kita merenungkan hal-hal ini sehingga kita takut atau tertekan,
maka kita merenungkan tidak di jalan yang tepat. Malah,
topik ini seharusnya menenangkan batin kita dan lebih jelas
karena kebingungan yang disebabkan kemelekatan telah dihentikan.
Saat ini, batin kita mudah dibanjiri
oleh proyeksi salah kemelekatan. Kita melihat orang dan
objek dengan cara yang tidak realistik. Benda yang berubah
dari waktu ke waktu tampak di depan kita secara tetap dan
tidak berubah. Itu sebabnya kita kesal kalau barang kita
hancur. Kita mungkin berkata, "segala sesuatu tidak
kekal adanya," namun kata-kata kita tidak konsisten
dengan pandangan diri bahwa tubuh kita dan lainnya sebagai
fenomena yang tidak berubah. Konsep tidak realistik kita
menyebabkan penderitaan, karena kita memiliki harapan akan
barang dan orang yang tidak dapat terpenuhi. Orang yang
kita cintai tidak dapat hidup selamanya; hubungan tidaklah
sama pada akhirnya; mobil baru tidak akan selalu model mengkilap
layaknya baru keluar dari ruang pamer. Jadi, kita terus-menerus
kecewa ketika harus berpisah dengan barang yang kita cintai,
ketika barang milik kita pecah, ketika tubuh kita menjadi
lemah atau berkeriput. Jika kita memiliki pandangan lebih
realistik dari hal-hal ini sejak awal dan menerima ketidakkekalan
mereka – tidak hanya dari mulut melainkan dari hati kita
– maka kekecewaan semacam itu tidak datang.
Merenungi ketidakkekalan dan kematian
juga mengurangi kekhawatiran yang tidak berguna yang mengganggu
kita dan mencegah kita bahagia dan tenang. Biasanya, kita
menjadi sangat kesal ketika dikritik atau dihina. Kita marah
ketika milik kita dicuri; kita cemburu bila orang lain mendapat
promosi yang kita inginkan; kita bangga akan penampilan
kita atau kemampuan atletik kita. Semua sikap ini adalah
emosi-emosi pengganggu yang meninggalkan jejak buruk bagi
rangkaian mental kita yang membawa masalah bagi kita di
kehidupan mendatang. Bahkan dalam kehidupan sekarang kita
tidak bahagia. Namun, bila kita renungkan betapa tidak kekalnya
barang ini, jika kita ingat bahwa hidup kita pada akhirnya
akan berakhir dan tidak ada barang apapun yang menemani
kita saat kematian, maka kita berhenti membesar-besarkan
pentingnya mereka sekarang. Mereka berhenti menjadi masalah
bagi kita.
Ini tidak berarti kita jadi tidak peduli
pada orang dan barang sekeliling kita. Sebaliknya, dengan
mengurangi konsep salah akan kekekalan yang timbul tergantung
pada konsep salah tersebut, batin kita menjadi lebih jernih
dan lebih dapat menikmati barang sesuai apa adanya. Kita
lebih hidup saat ini, menghargai barang saat ini, tanpa
khayalan tentang jadi apa barang itu nanti. Kita sedikit
khawatir pada hal kecil dan sedikit terkacaukan saat kita
duduk bermeditasi. Kita menjadi lebih sedikit sensitif-
ego pada tiap perbuatan yang orang lain lakukan pada kita.
Dengan memikirkan dengan sungguh-sungguh ketidakkekalan
dan penderitaan, kita dapat berurusan lebih baik dengan
perpisahan dan kesukaran saat mereka muncul, dan menyadari
bahwa kita masih di dalam perputaran roda samsara. Singkatnya,
dengan merenungkan secara benar kenyataan ini, mental kita
jadi lebih sehat.
Mengapa
ada penderitaan? Bagaimana menghentikan penderitaan?
Penderitaan muncul karena sebab untuk
itu hadir: emosi-emosi pengganggu – ketidaktahuan, kemelekatan,
kebencian, dsb – dan perbuatan yang kita lakukan dimotivasi
oleh "kesalahan konsep" seperti membunuh, mencuri,
berbohong, dan seterusnya. Dengan mengembangkan kebijaksanaan
merealisasi ketanpaakuan, kita menghentikan sebab dari masalah
kita. Kemudian hasil yang penuh kesengsaraan tidak mengikuti,
dan malahan, kita dapat tinggal di alam kebahagiaan tanpa
akhir atau nirvana. Sementara itu, sebelum kita membangkitkan
kebijaksanaan, kita dapat melakukan praktik penyucian dalam
rangka mencegah perbuatan destruktif yang ditimbulkan sebelumnya
membawa hasilnya.
Sang Buddha juga mengajarkan banyak
cara lain berpikir untuk mentransformasi keadaan sulit menuju
jalan mencapai pencerahan. Kita dapat belajar tentang ini
dan mempraktikkannya mana kala kita punya masalah.
Apakah
kita harus menderita agar mencapai pembebasan (nirvana)?
Mempraktikkan ajaran Buddha membawa
kebahagiaan dan bukan kesengsaraan. Jalan spiritual tidaklah
menyengsarakan. Tidak ada kebajikan khusus dalam penderitaan.
Kita telah cukup memiliki masalah, jadi tidak ada alasan
untuk kita lebih menderita atas nama mempraktikkan agama.
Namun, tidaklah berarti saat kita berusaha keras mempraktikkan
Dharma kita tidak akan memiliki masalah. Untuk sementara
kita berada pada jalan, perbuatan destruktif yang ditimbulkan
sebelumnya yang belum disucikan dapat matang dan membawa
masalah. Jika dan ketika ini terjadi, kita harus menggunakan
situasi itu untuk memberi energi bagi kita untuk praktik
lebih baik agar mencapai alam di atas penderitaan, alam
kebahagiaan tanpa akhir.
KEMATIAN
Bagaimana
cara terbaik menolong orang yang sekarat atau mati?
Ketika seseorang sedang sekarat, paling
baik adalah lingkungan sekitarnya menjadi tenang. Tenangkan
ia bahwa semua urusan dunianya akan diperhatikan setelah
ia meninggal. Tidak ada lagi yang perlu diperhatikan tentang
siapa yang membayar tagihan atau siapa yang mengurus anak-anak.
Lebih baik berkonsentrasi meninggalkan kehidupan ini dalam
damai, tanpa ketakutan atau kekhawatiran. Jangan ganggu
orang itu dengan menanyakan, "Siapa yang mewarisi perhiasanmu?"
"Kamu punya uang yang disembunyikan?" "Bagaimana
saya bisa bertahan tanpamu?" Motivasi kita adalah membantu
orang yang sekarat, bukan memberinya tambahan masalah!
Sulit untuk meninggal dalam damai bila
seluruh keluarga di ruangan menangis, meratap, dan menggenggam
tangan orang itu, dan berkata, "Tolong jangan meninggal.
Saya mencintaimu. Bagaimana kamu bisa meninggalkanku seorang
diri?" Kita mungkin berpikir bahwa kita menyatakan
cinta dan perhatian dengan tampilan emosional, tetapi sesungguhnya,
hanya batin keakuan kita meratapi karena kita kehilangan
orang yang kita perhatikan. Jika kita sebenarnya memberi
perhatian kepada orang sekarat lebih daripada kita sendiri,
kita akan mencoba membuat lingkungan tenang dan nyaman.
Kita coba merasakan permintaan dan kebutuhan orang lain,
bukan kebutuhan sendiri.
Berbahaya untuk meninggal dalam kemarahan
atau kemelekatan, keirihatian, atau kesombongan sebagai
pikiran terakhir seseorang. Untuk alasan inilah kita mencoba
membuat lingkungan sekitarnya tanpa suara dan tenang dan
mendorong orang itu membangkitkan pikiran positif. Bila
orang itu Buddhis, kita berbicara tentang Buddha, Dharma,
dan Sangha. Katakan padanya untuk mengingat guru spiritualnya
dan Sang Buddha. Kita dapat memperlihatkan padanya gambar
Buddha atau melafalkan doa dan mantra dalam ruangan. Sebelum
kematian benar-benar terjadi, bila kita bisa menuntun orang
itu membuat pengakuan dan menyucikan perbuatan buruk, ini
sangat bermanfaat. Doronglah ia untuk mendoakan kelahiran
kembali yang baik, untuk bertemu dengan ajaran dan guru
mulia dan membuat hidup bermanfaat bagi mahluk lain.
Di sisi lain, jika orang itu menganut
kepercayaan lain, di saat kematian menjelang, tidaklah bijaksana
memaksakan kepercayaan kita padanya. Ini dapat membingungkan.
Yang terbaik adalah berbicara menurut kepercayaan orang
itu dan mendorong bangkitnya batin positif.
Apakah
melafalkan sutra bagi yang meninggal menolong? Apa lagi
yang dapat dilakukan untuk mereka?
Setelah kematian, melafalkan sutra
dan melakukan praktik Buddhis lainnya dapat membantu menyediakan
kondisi yang menunjang bagi potensi positif orang itu sendiri
untuk masak. Orang itu telah meninggalkan tubuh dan tidak
mendengar sutra melalui telinganya. Namun demikian, dengan
kekuatan dedikasi, penciptaan potensi positif dapat membantu.
Juga tiap minggu selama tujuh minggu setelah kematian, sangat
membantu untuk melafalkan sutra. Ini karena bila orang itu
belum menemukan tubuh kasar untuk terlahir kembali, ia masih
berada di alam antara (alam bardo), alam diantara matinya
tubuh kasar dan pengambilan tubuh kasar lainnya. Potensi
positif yang kita buat dan dedikasikan bagi almarhum dapat
membantunya terlahir di alam yang baik. Namun, jangan berpikir,
"Saya akan minta Bhikkhu dan Bhikkuni melaksanakan
pelafalan sutra sedangkan saya pergi main mayong".
Kita memiliki hubungan karma dengan almarhum, jadi doa kita
dan perbuatan bajik kita yang kita dedikasikan pada orang
itu adalah penting juga.
Adalah baik memberikan barang milik
almarhum pada yang lain sebagai jalan melakukan kedermawanan
dan menghimpun potensi positif. Mempersembahkan pada objek
suci - Buddha, Dharma, Sangha - dan kepada orang yang membutuhkan
- orang miskin dan sakit - juga bermanfaat. Potensi positif
dari ini kemudian didedikasikan untuk manfaat semua mahluk
dan khususnya orang itu.
Apakah
perlu meletakkan makanan bagi almarhum? Bagaimana dengan
membakar kertas uang dan seterusnya bagi mereka?
Setelah batin orang meninggalkan badan
kasar, ia memasuki alam antara sebelum memasuki badan kasar
lain. Tergantung pada kondisi, seseorang dapat berada di
alam antara ini hanya beberapa saat, atau hidup paling lama
empat puluh sembilan hari. Dikatakan bahwa mahluk di alam
antara bertahan dengan "memakan" bau-bauan, jadi
meletakkan makanan mungkin membantu. Menurut perbuatannya
terdahulu, orang ini terlahir di alam bahagia atau menderita.
Bila sanak kita telah terlahir sebagai dewa, manusia, binatang
atau kehidupan lain, makanan yang disajikan tidak menjangkaunya,
dan lebih lagi, ada makanan tersedia di alam kehidupannya.
Bila ia terlahir sebagai hantu kelaparan, ada mantra tertentu
diucapkan pada makanan, yang dapat mengurangi kekaburan
karma dari hantu lapar dalam menemukan makanan.
Membakar mobil atau pakaian kertas
atau uang kertas tidak memberikan almarhum barang-barang
ini di kelahirannya mendatang. Tidak ada perlunya membakar
barang-barang ini. Tradisi melakukan ini adalah kebudayaan
Cina kuno, bukan praktik yang diajarkan oleh Sang Buddha.
Jika kita benar-benar ingin membantu keluarga dan teman
memiliki kekayaan di kehidupannya yang akan datang, kita
seharusnya mendorong mereka melakukan persembahan dan menjadi
dermawan saat mereka hidup. Sang Buddha berkata bahwa kedermawanan
adalah sebab dari kekayaan, bukannya membakar kertas.
Kadang-kadang, kita menasehati keluarga
kita, "Jangan memberikan terlalu banyak, maka keluarga
kita akan kekurangan". Dengan mendorong agar mereka
pelit saat hidup, kita menyebabkan mereka menanam bibit
dalam arus batin mereka menjadi miskin di kehidupan berikutnya.
Juga kita menanam bibit yang sama di arus batin kita. Di
sisi lain, bila kita dorong mereka untuk jadi dermawan dan
menghindari mencuri dan berbuat curang pada yang lain dalam
bisnis, maka kita membantu mereka memiliki kekayaan.
Jika kita ingin orang yang kita cintai memiliki kelahiran
kembali yang baik, bantuan terbaik yang dapat kita berikan
adalah mendorong mereka saat hidup untuk menghindari sepuluh
perbuatan buruk dan melatih sepuluh kebajikan yang merupakan
lawannya. Kesepuluh perbuatan buruk adalah membunuh, mencuri,
tindakan seksual tidak pantas, berbohong, ucapan yang memecah
belah, ucapan yang menyakitkan, menggosip, iri atas milik
orang lain, keinginan jahat, dan pandangan salah. Malahan,
bila kita mendorong mereka untuk berbohong guna melindungi
kita atau mencurangi orang lain, kita membantu mereka membuat
sebab dari kelahiran di alam menderita. Kita habiskan berjam-jam
bergosip, dan mengkritik yang lain, kita hanya mengagalkan
tujuan kita sendiri. Oleh karena kita tulus menginginkan
mereka bahagia setelah kematian, kita seharusnya membantu
mereka meninggalkan perbuatan destruktif dan mempraktikkan
perbuatan konstruktif. Kita dapat mendorong (bukan memaksa)
mereka untuk mengambil janji pancasila atau bahkan menjadi
bhikkhu atau bhikkuni. Hal itu benar-benar bermanfaat untuk
kehidupannya mendatang.
KEMELEKATAN,
KETIDAKMELEKATAN & KEINGINAN
Apa
beda antara memiliki kemelekatan dengan orang dan mencintai
orang itu?
Dengan kemelekatan kita menilai berlebihan
kualitas orang itu, berpikir bahwa mereka lebih baik dari
yang sebenarnya. Juga kita perhatian pada mereka karena
mereka menyenangkan kita: mereka memberi kita hadiah, memuji
kita, membantu dan mendorong kita, dll. Apa yang umum kita
sebut cinta biasanya hanyalah kemelekatan. Dengan kemelekatan,
kita tidak melihat orang sebagaimana adanya dan mengembangkan
harapan atas mereka: mereka seharusnya seperti ini, mereka
seharusnya melakukan itu, dll. Kemudian, ketika mereka tidak
seperti yang kita pikirkan, kita terluka, kecewa, dan menyalahkan
mereka.
Dengan cinta sejati, kita memberi perhatian
pada orang lain dan menginginkan mereka bahagia bukan karena
mereka menyenangkan ego dan keinginan kita, tetapi hanya
karena mereka ada. Cinta sejati tidak berharap sesuatu sebagai
balasan. Kita menerima orang sebagaimana adanya dan masih
mencoba membantu mereka, tetapi kita tidak memperhatikan
sama sekali bagaimana kita mengambil keuntungan dari hubungan
itu. Cinta sejati tidak cemburuan dan memiliki. Lebih dari
itu, ia tidak terbatas dan berbagi dengan semua mahluk.
Bila
kita tidak melekat, mungkinkah bersama teman dan keluarga
kita?
Tentu saja! Ketidakmelekatan tidak
berarti penolakan. Dengan ketidakmelekatan, kita tidak lagi
memiliki harapan yang tidak realistik terhadap yang lain,
tidak pula "memegang erat" pada mereka, berpikir
kita akan sengsara ketika mereka tidak ada di sekeliling.
Ketidakmelekatan adalah sikap tenang, realistik, terbuka,
dan sikap mau menerima. Bukannya bermusuhan, ketakutan dan
tidak bergaul. Ketidakmelekatan tidak berarti kita menolak
teman dan keluarga kita: ketidakmelekatan berarti kita berhubungan
dengan mereka dalam cara yang berbeda. Ketika kita tidak
melekat, hubungan kita dengan yang lain harmonis, dan dalam
kenyataannya, kita lebih perhatian pada mereka.
Apakah
semua keinginan adalah buruk? Bagaimana dengan keinginan
mencapai nirvana atau pencerahan?
Kebingungan muncul karena kita menggunakan
kata bahasa Inggris "desire" sebagai terjemahan
dua kata yang berbeda. Pada kenyataannya, ada perbedaan
jenis "desire". Keinginan yang memberi kita masalah
adalah yang membesar-besarkan kualitas baik dari sebuah
objek, orang atau ide dan "memegang erat" padanya.
Keinginan seperti ini adalah sebuah bentuk kemelekatan.
Contohnya adalah menjadi secara emosional tergantung pada
seseorang, dan "memegang erat" padanya. Sebenarnya,
orang lain itu tidaklah seperti pandangan salah kemelekatan
kita yang membuatnya terlihat demikian.
Namun keinginan yang memacu kita mempersiapkan
kehidupan yang akan datang atau mencapai nirvana atau pencerahan
adalah berbeda sama sekali. Di sini kita secara tepat melihat
dan mengembangkan aspirasi yang realistik untuk mencapainya.
Tidak ada konsep salah yang ikut, tidak pula kita melekat
pada hasil yang diinginkan.
Dapatkah
seseorang melekat pada Buddhisme? Apa yang seharusnya kita
lakukan bila seseorang menyerang kepercayaan kita dan mengkritik
Dharma?
Tiap situasi harus dinilai satu per
satu. Namun secara umum bila kita merasa, "mereka mengkritik
kepercayaanku. Mereka berpikir saya bodoh percaya hal itu,"
ini artinya kita melekat pada kepercayaan kita. Kita berpikir,
"Kepercayaan ini baik karena milikku. Bila seseorang
mengkritiknya, mereka mengkritik diriku." Sederhananya
ini adalah kemelekatan dan sangat tidak produktif. Sikap
seperti ini harus ditinggalkan. Kita bukanlah kepercayaan
kita. Bahwa yang lain menantang kepercayaan kita bukan berarti
kita bodoh.
Adalah bermanfaat terbuka pada apa
yang dikatakan yang lain. Mari tidak melekat atas nama dan
label agama kita. Kita mencari kebenaran dan kebahagiaan,
ya kan, bukan hanya mempertahankan agama yang kita anut.
Sang Buddha sendiri berkata kita seharusnya memeriksa ajarannya
dan tidak sekedar percaya secara buta.
Di sisi lain, tidaklah berarti kita
otomatis setuju pada apapun kata orang; kita tidak melepas
kepercayaan kita dan mengikuti mereka tanpa pandang bulu.
Manakala seseorang menanyakan sebuah pertanyaan yang tidak
dapat kita jawab, tidaklah berarti ajaran Sang Buddha salah.
Ini gampang saja menandakan kita tidak mengetahui jawabannya
dan kita butuh belajar dan merenung lagi. Kita seharusnya
pergi ke umat Buddha lain yang memiliki pengetahuan atas
pertanyaan ini dan berpikir tentang jawaban yang mereka
berikan. Ketika orang lain menanyakan kepercayaan kita menunjukkan
pada kita apa yang belum kita pahami dengan baik. Ini membuat
kita mempelajari Dharma dan memikirkan dengan sungguh-sungguh
artinya secara lebih mendalam.
Kita tidak perlu mempertahankan kepercayaan
kita pada orang lain. Bila orang itu menanyakan dengan keingintahuan
yang tulus untuk mengetahui jawabannya, bila orang itu terbuka
batinnya atau tertarik dalam diskusi luas, maka bercerita
padanya dapat saling memperkaya pengetahuan. Namun, bila
seseorang benar-benar tidak ingin balasan, dan hanya ingin
mengaduk-aduk bahasa verbal untuk memusuhi kita atau membuat
kita bingung, maka dialog adalah tidak mungkin. Tidak ada
gunanya bertahan di hadapan orang seperti ini - kita tidak
perlu membuktikan apa-apa pada mereka. Bahkan bila kita
membalas pertanyaan dengan pendapat sempurna dan logis,
ia tidak mendengarkan karena terbenam dalam konsepnya sendiri.
Tiada gunanya terlibat percakapan dengan orang seperti ini.
Tanpa bermaksud kasar padanya, kita dapat diam saja sehingga
ia tahu kita ingin sendiri.
WANITA
& DHARMA
Dapatkah
pembebasan dan pencerahan dicapai oleh laki-laki dan wanita?
Menurut Vajrayana ya. Dalam Theravada
dan umumnya Mahayana, diyakini bahwa meski seseorang dapat
meraih pembebasan dengan tubuh wanita, untuk mencapai pencerahan,
orang itu harus memiliki tubuh laki-laki di kelahirannya
yang terakhir. Namun, menurut praktik tantra, baik laki-laki
maupun wanita secara sama dapat mencapai pencerahan. Yang
Mulia Dalai Lama berulangkali menekankan hal ini.
Mengapa
lebih sedikit wanita menjadi praktisi yang ditahbiskan dan
mengapa wanita lebih sedikit dihormati daripada laki-laki?
Pada kebudayaan kebanyakan, kegiatan
wanita lebih terbatas dan posisi sosial mereka lebih rendah
daripada laki-laki. Jadi pada zaman India kuno, dan maka
Sang Buddha mengatur wanita duduk di belakang laki-laki
dan dilayani setelah laki-laki. Ini mengenai budaya sosial,
dan tidak menunjukkan kecerdasan atau kemampuan wanita,
kenyataannya, ketika laki-laki mewakili aspek metode jalan
menuju pencerahan, wanita adalah simbol aspek kebijaksanaan!
Dapatkah
wanita melakukan persembahan dan doa selama menstruasi?
Dapatkah ia meditasi saat itu?
Tentu saja! Dugaan yang mengatakan
tidak bisa hanyalah tahyul belaka.
Apakah
lebih sulit bagi wanita mempraktikkan Dharma daripada laki-laki?
Itu sepenuhnya tergantung dari individu.
Bagi beberapa wanita, siklus menstruasi mereka menyebabkan
banyak perubahan emosi. Tapi mereka dapat belajar mengatasinya.
Bagaimanapun, laki-laki emosinya dapat berubah-ubah juga!
Saya percaya bahwa satu dari hal utama yang menghalangi
wanita adalah konsep diri dan kepercayaan diri yang terbatas.
Jika kita berpikir kita tidak dapat melakukan sesuatu dengan
baik, maka kita bahkan tidak mencoba. Betapa sia-sianya
potensi kita sebagai manusia! Sepanjang kita manusia dengan
kecerdasan manusia, dan bertemu tidak saja dengan Dharma
tetapi juga memiliki semua kondisi yang diperlukan untuk
praktik dan mendapatkan realisasi, mari lakukan hal itu!
BHIKKHU,
BHIKKHUNI & UMAT AWAM
Apa
manfaat mengambil penahbisan sebagai seorang bhikkhu atau
bhikkhuni? Apakah perlu untuk mempraktikkan Dharma?
Tidak, menjadi seorang bhikkhu atau
bhikkhuni tidak diperlukan untuk mempraktikkan Dharma. Mengambil
penahbisan adalah pilihan individu yang tiap orang lakukan
untuk diri sendiri. Tentu saja, ada banyak manfaat ditahbiskan:
hidup dalam aturan, seseorang terus menerus menghimpun potensi
positif. Selama orang itu tidak melanggar sila, saat tidur
pun, ia memperkaya rangkaian mentalnya dengan potensi positif.
Seseorang juga punya lebih banyak waktu dan sedikit gangguan
untuk praktik. Dengan kewajiban keluarga, banyak waktu dan
energi terbuang menjaga keluarga. Anak-anak butuh perhatian,
dan sulit untuk meditasi jika mereka bermain atau menangis
di dekat kita. Seseorang melihat ini sebagai rintangan dan
siapa yang ingin menenangkan batin dan menghimpun potensi
positif, dapat memutuskan untuk mengambil penahbisan agar
memilki situasi yang lebih baik untuk praktik.
Bagaimana
umat awam dapat mempraktikkan Dharma?
Yang ingin menjadi umat Buddha biasa
dapat mempraktikkan Dharma dengan baik dengan menaklukkan
batinnya. Tidak ada gunanya memandang rendah potensi seseorang
dan berpikir, "saya umat awam, mendengarkan ceramah,
melafalkan sutra dan bermeditasi adalah pekerjaan para bhikkhu
dan bhikkhuni. Hal itu bukan pekerjaan saya. Saya cukup
pergi ke vihara, bersujud, melakukan persembahan dan berdoa
untuk kesejahteraan keluargaku." Kegiatan ini bagus,
tetapi umat awam dapat menjalani kehidupan spritual yang
lebih kaya, baik dalam hal pengetahuan Buddhisme maupun
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sangat penting
bagi umat awam menghadiri ceramah Dharma dan mengikuti serangkaian
pengajaran. Dengan melakukan ini, umat awam akan memahami
kebenaran sejati dan indahnya Dharma. Bila tidak mereka
menjadi "Buddhis penancap dupa" dan bila seseorang
menanyakan sesuatu tentang Buddhisme, mereka kesulitan menjawabnya.
Hal itu adalah situasi yang menyedihkan.
Setelah mendengarkan ceramah, seseorang
seharusnya mempraktikkan ajaran semaksimal mungkin. Melafalkan
sutra atau bermeditasi setiap hari adalah luar biasa. Terkadang
para siswa berkata, "Hari-hariku disibukkan oleh pekerjaan,
keluarga dan kewajiban sosial. Tidak ada waktu tersisa untuk
mempraktikkan Dharma." Ini alasan yang lemah, diciptakan
oleh batin yang malas. Selalu ada waktu untuk makan: kita
tidak pernah melewatkan makanan ke tubuh dan selalu memiliki
waktu untuk itu, begitu juga seharusnya kita memberi makan
batin kita. Lagipula, batin kita yang berlanjut pada kehidupan
mendatang, membawa serta jejak karma perbuatan kita, bukan
tubuh kita. Praktik Dharma tidak dilakukan untuk manfaat
Sang Buddha, tapi untuk kita sendiri. Dharma menggambarkan
bagaimana menciptakan sebab dari kebahagiaan, oleh karena
kita semua menginginkan kebahagiaan, kita semua seharusnya
mempraktikkan Dharma semaksimal mungkin.
Juga, sangat menguntungkan dan bermanfaat
bagi umat awam untuk mengambil janji Pancasila Buddhis selama
hidup mereka atau mengambil Athasila (delapan sila) pada
hari-hari khusus, seperti bulan baru dan bulan penuh (tanggal
1 dan 15 kalender lunar). Dengan cara ini, banyak potensi
positif dibuat.
Tanggung jawab keberadaan dan penyebaran
ajaran Sang Buddha terletak pada baik bhikkhu dan bhikkhuni
maupun umat Buddhis. Bila kita melihat berharganya ajaran
Sang Buddha dan menginginkannya terus ada dan tumbuh subur,
maka kita memiliki tanggung jawab untuk mempelajarinya dan
mempraktikkannya menurut kemampuan kita. Ada banyak contoh
umat biasa yang mencapai realisasi spiritual, memberi inspirasi
pada kita untuk mempelajari hidup mereka dan berusaha menyamai
bahkan melebihi mereka.
Apakah
orang yang menjadi bhikkhu dan bhikkhuni melarikan diri
dari kenyataan hidup yang keras?
Bila seseorang menjadi seorang bhikkhu
atau bhikkhuni karena alasan ini, motivasinya tidak murni,
dan orang seperti ini tidak menemukan kepuasan hidup dalam
kebhikkhuan. Penyebab penderitaan adalah kemelekatan, ketidaktahuan,
dan kebencian. Sikap ini mengikuti kita kemana saja. Sikap
ini tidak butuh paspor untuk pergi dengan kita ke negara
lain, tidak pula mereka berada di luar pagar vihara. Selama
kita memiliki kemelekatan, ketidaktahuan dan kebencian,
kita tidak bisa lolos dari masalah, apakah kita bhikkhu/bhikkhuni
atau umat awam.
Orang yang menanyakan pertanyaan ini
mengira bahwa memiliki pekerjaan, harta, keluarga untuk
dijaga adalah tugas berat dan inilah "kenyataan hidup
yang keras." Kenyataan yang lebih keras adalah jujur
pada diri kita sendiri dan melihat konsep kita salah dan
perilaku buruk kita. Pekerjaan yang lebih berat adalah mengurangi
kemarahan, kemelekatan, dan kepicikan kita. Seseorang membaca
sutra atau duduk meditasi dengan tenang tidak dapat memperlihatkan
gedung pencakar langit atau cek sebagai tanda keberhasilannya,
tetapi tidak berarti orang itu malas dan tidak bertanggung
jawab. Perlu usaha keras untuk mengubah kebiasaan buruk
tubuh, ucapan, dan batin; bukan hal mudah menjadi seorang
Buddha. Daripada "lari dari kenyataan," praktisi
tulus mencoba mencari tahunya! Orang-orang yang mengejar
kesenangan duniawi adalah orang yang coba lari dari kenyataan,
sebab mereka menghindar akan kenyataan kematian dan fungsi
dari sebab akibat. Secara Dharma, mereka malas karena mereka
tidak berusaha keras mengatasi kemelekatan, kemarahan, dan
kepicikan mereka.
Beberapa orang berpikir, "hanya
orang yang tidak tahan ‘di dunia nyata’ menjadi bhikkhu
dan bhikkhuni. Mungkin mereka punya masalah keluarga, atau
mereka kurang bagus di sekolah atau mereka miskin dan tidak
punya tempat tinggal. Mereka pergi untuk tinggal di vihara
dan mengucapkan janji hanya untuk memiliki tempat tinggal
dan pekerjaan." Berpikir demikian, beberapa orang memandang
rendah para bhikkhu. Ini tidak benar. Seseorang menjadi
bhikkhu atau bhikkhuni untuk alasan ini, ia tidak memiliki
motivasi yang benar, dan guru yang menahbiskan mencoba mengusir
mereka. Kebalikannya, mereka yang mengambil janji kebhikkhuan
dengan motivasi yang benar memiliki cita-cita kuat untuk
mengembangkan potensi mereka untuk mengatasi batin mereka
dan menolong mahluk lain.
Apakah
seseorang yang mengambil janji kebhikkhuan tidak sayang
pada keluarga yang ia tinggalkan?
Tidak sama sekali. Kebalikannya, orang
yang dengan tulus ingin menjadikan dunia tempat yang lebih
baik melalui praktik agama adalah penuh welas asih. Mereka
melihat bahwa dengan menciptakan sebab dari kelahiran kembali
yang baik, dengan menyucikan dan mengembangkan batin mereka,
mereka akan dapat menuntun mahluk lain menuju kebahagiaan
terakhir melalui jalan Dharma. Mereka tahu apa yang memberi
manfaat besar bagi orang tuanya dan pelayanan bagi masyarakat.
Meskipun meraih realisasi tinggi mungkin tidak terjadi dalam
kehidupan ini, mereka memiliki pandangan luas dan bekerja
untuk kebahagian dan manfaat jangka panjang. Seorang anak
yang penuh welas asih dan dedikasi berpikir, "Bila
saya lanjutkan kehidupan duniawiku, saya hanya akan menciptakan
penyebab kelahiran di alam lebih rendah bagi diriku sendiri
dan menyebabkan yang lain melakukan hal yang sama. Bagaimana
saya bisa menolong orang tuaku di kehidupan sekarang maupun
akan datang? Dimana bila saya benar-benar terlibat mempraktikkan
Dharma dengan tulus, kualitasku sendiri akan meningkat dan
saya akan bisa menuntun dan membantu mereka lebih baik untuk
jangka waktu lama."
Orang yang menjalani kebhikkhuan meninggalkan
kehidupan keluarga tidak berarti mereka menolak keluarganya.
Meski mereka ingin menyingkirkan emosi-emosi pengganggu
yaitu kemelekatan terhadap keluarga mereka, mereka masih
menghargai kebaikan orangtua mereka dan sangat perhatian
pada mereka. Daripada membatasi perhatian pada segelintir
manusia, orang yang menjalani kebhikkhuan mengembangkan
cinta kasih tak terbatas bagi semua dan memperlakukan semua
mahluk sebagai bagian dari keluarga mereka.
Bagaimana
perasaan orangtua bila anaknya menjadi bhikkhu atau bhikkhuni?
Sangat bahagia. Itu tandanya mereka,
sebagai orang tua, telah menanamkan moralitas dan perhatian
pada orang lain bagi anak mereka. Kebalikannya, beberapa
orang tua kesal bila anak mereka ingin menjadi bhikkhu atau
bhikkhuni. Mereka takut anaknya tidak bahagia atau tidak
memiliki jaminan keuangan. Beberapa orangtua marah, "Kami
bayar banyak untuk pendidikanmu. Siapa yang akan menjaga
kami kelak tua nanti bila kamu divihara? Betapa tidak sayangnya
kamu!"
Sedih melihat orangtua bersikap seperti
ini. Dari sisi mereka, mereka maksudnya baik: mereka ingin
anak mereka bahagia. Tetapi kebahagian materi dan memiliki
keluarga, karir dan kepemilikan lain bukanlah satu-satunya
jalan menuju kebahagian. Nyatanya, hal itu membawa masalah
baru: kita menciptakan perbuatan negatif untuk memperolehnya,
kita khawatir tidak cukupan dan apa yang akan terjadi pada
apa yang kita punyai. Inilah sebabnya Buddha Sakyamuni meninggalkan
keluarganya dan kehidupan mewah di istana untuk mencari
kebahagian tanpa akhir (selama-lamanya) dan sejati. Tentu
saja, orangtuanya juga kesal! Tetapi orang tua yang benar-benar
memperhatikan kebahagiaan anaknya akan senang jika si anak
ingin mempraktikkan Dharma secara kuat, oleh karena praktik
seperti itu akan menjamin anak itu akan bahagia di waktu
kematian dan kehidupan masa akan datangnya. Dengan praktik,
anak mereka akan menikmati kebahagian pembebasan dan pencerahan.
Orang tua yang bijak akan peduli pada kebahagian anaknya,
tidak saja di kehidupan sekarang melainkan di semua kehidupan
mendatang.
Adalah bijaksana bagi orangtua sadar
akan motivasinya sendiri. Ayahanda Sang Buddha ingin dapat
berkata, "Putraku seorang raja. Ia sangat dihormati
masyarakat seluruh negeri." Juga, orang tuanya terikat
pada putranya dan tak ingin berpisah darinya. Hal itu adalah
reaksi alamiah orangtua. Betapa ironisnya! Anak mereka menerima
lebih banyak rasa hormat dari orang-orang dan terkenal bertahun-tahun
oleh kebajikan praktik spritualnya. Ia tidak akan begitu
termasyur dan sangat dihargai bila ia menjadi raja dulu!
Orang tua yang melihat kebenaran ajaran
Buddha akan senang anak mereka menjalani kebhikkhuan. Praktik
spritual anak itu akan bermanfaat bagi yang lain - termasuk
orangtuanya - dalam jangka panjang, bahkan bila hasil yang
nyata tidak tampak pada kehidupan ini. Mereka akan bahagia
bahwa anaknya cerdas dan melihat kebenaran dalam Dharma;
mereka akan bangga bahwa anaknya ingin hidup dalam kemurnian
moralitas, dan mereka akan bahagia, saat mereka melihat
anaknya kaya akan welas asih dan kebijakan. Orang tua seperti
ini tidak merasa kehilangan anaknya. Malah, mereka gembira
anaknya hidup dalam cara yang bermanfaat.
Apakah
mengambil janji kebhikkhuan merupakan pengorbanan yang menyengsarakan?
Tidak seharusnya demikian. Kita tidak
seharusnya merasa, "saya ingin sekali dapat melakukan
hal-hal ini, tapi sekarang saya tidak bisa." Membebaskan
perbuatan negatif tidak dilihat sebagai beban, tapi sebagai
kesenangan. Sikap seperti ini datang dari perenungan sebab
dan akibat.
Ketika kita berjanji, apakah itu Pancasilanya
umat awam atau janji seorang bhikkhu atau bhikkhuni, kita
pertama-tama membangkitkan sikap ini, "Saya tidak ingin
melakukan perbuatan ini kapan pun. Dalam hatiku, saya tidak
ingin membunuh, mencuri, berbohong dan lainnya." Kadang-kadang
kita lemah dalam situasi sebenarnya dan tergoda untuk melakukan
hal ini, tetapi mengambil janji pancasila memberikan kita
kekuatan dan kebulatan tekad tambahan untuk tidak melakukan
apa yang tidak ingin kita lakukan. Contohnya, kita dengan
tulus ingin menghindari pembunuhan. Tetapi ketika kecoak
ada di apartemen kita, kita mungkin tergoda untuk menggunakan
insektisida. Telah mengambil janji untuk tidak membunuh,
kita ingat bahwa kita tidak ingin membunuh. Kita lebih berhati-hati
akan perbuatan kita dan memiliki kekuatan dan kebulatan
tekad yang lebih untuk melawan dan menghindarkan emosi-emosi
pengganggu yang dapat menyebabkan kita melakukan perbuatan
negatif. Dalam cara ini, Pancasila adalah membebaskan, bukannya
membatasi diri kita dari kebiasaan untuk mengikuti emosi-emosi
pengganggu dan melakukan perbuatan merusak.
Kadang-kadang
kita menjumpai Bhikkhu dan umat awam yang kurang baik dan
sulit bergaul walau mereka praktik agama. Mengapa?
Butuh waktu untuk mengubah batin. Menghilangkan
kemarahan kita bukanlah proses mudah. Kita dapat mengerti
hal itu dari pengalaman kita sendiri, ketika kita terbiasa
marah, butuh lebih dari sekedar berkata, "Saya tidak
seharusnya melakukan ini" bagi kita untuk berhenti.
Ia butuh praktik konsisten dan benar. Kita harus sabar dengan
diri sendiri, dan sama halnya, kita harus sabar dengan yang
lain. Kita semua berada pada jalan; kita semua melawan musuh
dari dalam yaitu emosi-emosi pengganggu dan jejak karma
masa lalu. Terkadang kita kuat melawannya, di saat lain
kita terbawa oleh perasaan marah, cemburu, kemelekatan,
atau kesombongan. Kadang-kadang kita melihat kepicikan kita;
saat lain kita buta olehnya. Menghakimi dan menyalahkan
diri kita sendiri ketika kita mengalah pada emosi-emosi
pengganggu tidaklah baik. Seperti halnya, menyalahkan dan
mengkritik orang lain ketika mereka begitu hanya sia-sia.
Mengetahui betapa sulitnya transformasi internal diri kita,
kita seharusnya juga sabar dengan yang lain.
Praktisi yang tidak sempurna bukan
berarti metode yang Sang Buddha ajarkan tidak sempurna.
Itu artinya mereka tidak praktik dengan baik atau praktik
mereka belum cukup kuat. Teramat sangat penting dalam lingkup
agama bahwa orang mencoba bersikap harmonis dan menerima
kelemahan masing-masing. Tugas kita tidak menunjuk dan berkata,
"Mengapa kamu tidak praktik lebih baik? Mengapa kamu
tidak mengontrol emosimu?" Tugas kita adalah berpikir,
"Mengapa saya tidak praktik lebih baik sehingga perbuatan
mereka tidak membuat saya marah?" dan "Apa yang
dapat saya lakukan untuk membantu mereka?"
MEDITASI
Apa
itu meditasi?
Kata bahasa Tibet untuk meditasi adalah
"gom." Ini memiliki kata dasar yang sama dengan
kata-kata yang artinya membiasakan. Meditasi adalah membiasakan
diri kita dengan sikap positif, konstruktif, dan realistik.
Meditasi membangun kebiasaan baik dari batin. Meditasi bukan
duduk dalam posisi vajra penuh, dengan punggung tegak seperti
panah, dan ekspresi suci di wajah kita. Meditasi dilakukan
dengan batin. Bahkan bila tubuh berada pada posisi sempurna,
bila batin berkeliaran dan berpikir tentang objek kemelekatan,
itu bukanlah meditasi. Dengan meditasi, kita mentransformasikan
pikiran dan pandangan kita sehingga batin kita lebih welas
asih dan mendekati kenyataan.
Dapatkah
meditasi menjadi berbahaya? Beberapa orang mengatakan kamu
dapat gila karenanya. Benarkah itu?
Bila kita belajar bagaimana bermeditasi
dari seorang guru berpengalaman yang memberikan instruksi
dalam metode yang dapat dipercaya, dan bila kita mengikuti
instruksi ini dengan benar, maka tidak ada bahaya sama sekali.
Meditasi sederhananya adalah membangun kebiasaan baik dari
batin. Ini kita lakukan secara bertahap; tidaklah bijaksana
mencoba praktik lebih tinggi tanpa intruksi yang tepat,
ketika kita masih pemula. Namun, bila kita praktik dalam
jalan yang terpercaya secara bertahap, kita juga dapat menjadi
Buddha!
Untuk bermeditasi, kita pertama-tama
harus menerima intruksi meditasi dari guru yang dapat diandalkan.
Beberapa orang berpikir mereka dapat menemukan jalannya
sendiri untuk bermeditasi dan bahwa mereka tidak butuh belajar
dari guru yang berpengetahuan. Ini sangat tidak bijaksana.
Keuntungan bagi kita untuk mendengar ajaran yang diberikan
oleh sumber terpercaya seperti Sang Buddha. Ajaran ini telah
diuji oleh para cendikiawan dan dipraktikkan oleh ahli meditasi
yang telah mencapai hasil. Dalam cara ini, kita dapat menentukan
silsilah dari ajaran dan praktik meditasi adalah sah dan
berharga untuk dipraktikkan. Belakangan ini banyak orang
mengajarkan meditasi dan jalan spritual, tetapi kita seharusnya
memeriksanya dengan seksama dan tidak sekedar melompat dengan
riang ke sana. Bila praktik meditasi diajarkan oleh Sang
Buddha dan menurun dalam silsilah murni, kita dapat mempercayainya.
Praktik seperti ini tidak dibuat atas tingkah seseorang.
Bagaimana
kita belajar meditasi? Apa saja jenis-jenis meditasi?
Pertama, kita mendengar ajaran dan
kemudian memperdalam pemahaman kita dengan memeriksa dan
merenungkannya. Kemudian, kita kombinasikan apa yang telah
kita pelajari dengan arus batin kita melalui meditasi. Contohnya,
kita mendengar ceramah tentang bagaimana membangun cinta
tiada batas bagi semua mahluk. Lalu, kita memeriksa dan
menyelidiki bila memungkinkan. Kita lalu mengerti tiap langkah
dalam praktik. Kemudian, kita membangun kebiasaan baik batin
dengan mengintegrasikannya dengan kita sendiri: kita mencoba
mengalami langkah-langkah menuju cinta tanpa batas. Itulah
meditasi.
Secara umum ada dua jenis meditasi:
meditasi yang dirancang untuk mengembangkan konsentrasi,
dan meditasi yang mengembangkan kemampuan analisis dan kebijaksanaan.
Sang Buddha mengajarkan beragam teknik meditasi dan silsilahnya
masih ada hingga hari ini. Meditasi sederhana memperhatikan
nafas dapat dilakukan untuk menenangkan batin dan membebaskannya
dari obrolan biasa. Ini membantu kita lebih tenang dalam
kehidupan sehari-hari dan tidak khawatir berlebihan. Meditasi
lain membantu kita mengendalikan amarah, kemelekatan dan
keirihatian dengan mengembangkan sikap positif dan realistik
pada orang lain. Ada meditasi penyucian untuk membersihkan
jejak perbuatan negatif dan menghentikan perasaan bersalah
yang menghantui. Dalam beberapa meditasi, kita melihat melalui
fantasi tentang siapa kita dan membangun percaya diri yang
realistik dan potret diri yang positif. Ini hanyalah sedikit
jenis meditasi.
Apa
manfaat dari meditasi?
Dengan membangun kebiasaan baik dari
batin dalam meditasi, perilaku kehidupan sehari-hari kita
secara bertahap berubah. Amarah kita teratasi, kita jadi
lebih baik dalam membuat keputusan dan sedikit ketidakpuasan
dan kegelisahan. Hasil dari meditasi dapat dialami sekarang.
Tetapi, kita seharusnya selalu mencoba memiliki motivasi
yang lebih luas dan terarah untuk bermeditasi daripada hanya
kebahagian kita sekarang. Bila kita membangkitkan motivasi
untuk bermeditasi guna menyiapkan kehidupan akan datang,
atau mencapai pembebasan dari roda samsara, atau mencapai
pencerahan yang bermanfaat bagi semua mahluk, maka secara
alamiah batin kita juga akan damai. Sebagai tambahan, kita
akan dapat meraih tujuan tinggi dan mulia ini.
Sangat bermanfaat memiliki praktik
meditasi teratur, bahkan untuk waktu pendek tiap hari. Jangan
berpikir, "Saya kan orang kerja. Saya tidak bisa meditasi.
Hal itu pekerjaan bhikkhu dan bhikkhuni." Tidak demikian!
Bila meditasi membantu kita, kita seharusnya meluangkan
waktu untuk meditasi setiap hari. Bahkan bila kita tidak
ingin bermeditasi, adalah penting untuk menyediakan sedikit
"waktu tenang" bagi kita tiap hari: waktu dimana
kita duduk dan membayangkan apa yang kita lakukan dan mengapa,
waktu dimana kita membaca buku Dharma atau membaca sutra.
Amat sangat penting kita belajar menyukai diri sendiri dan
bahagia dalam kesendirian. Mengalokasikan waktu tenang,
lebih diutamakan pada pagi hari sebelum kegiatan hari itu
berlangsung, adalah perlu, khususnya dalam masyarakat modern
dimana orang-orang sangat sibuk. Kita selalu memiliki waktu
untuk memberi makan tubuh kita; kita tidak pernah melewatkan
makanan karena kita memandangnya penting. Seperti halnya,
kita seharusnya menyediakan waktu untuk memberi makan batin
kita dan "rohani" kita juga, karena hal itu juga
penting.
Apakah
seseorang bisa mendapatkan kekuatan gaib melalui praktik
Buddhisme? Apakah itu tujuan yang berharga untuk dicapai?
Ya, bisa, tetapi hal itu bukanlah tujuan
utama praktik. Beberapa orang sangat senang akan prospek
memiliki kekuatan gaib. "Tunggu sampai saya ceritakan
pada temanku tentang ini! Tiap orang akan berpikir saya
ini spesial dan akan mendatangiku untuk meminta nasehat.
Saya akan ternama dan terhormat." Sebuah motivasi egois
untuk menjadi seseorang yang gaib! Bila kita masih marah
dan tidak dapat mengendalikan apa yang kita katakan, pikirkan
dan lakukan, apa gunanya mengejar hal-hal gaib? Hal itu
bahkan dapat menjadi gangguan bagi praktik kita karena kita
terpasung oleh kesenangan dan ketenaran. Jauh lebih bermanfaat
sekarang dan kebahagiaan kehidupan yang akan datang untuk
berkonsentrasi menjadi orang baik yang memiliki sikap mementingkan
orang lain.
Suatu ketika seorang anak menanyakan
apakah saya punya kekuatan gaib. Dapatkah saya membengkokkan
sendok melalui konsentrasi? Dapatkah saya menghentikan jam
atau berjalan pada dinding? Saya katakan padanya saya tidak
bisa, dan bahkan bila saya bisa, apa gunanya? Apakah itu
mengurangi penderitaan di dunia ini? Orang yang sendoknya
saya bengkokkan akan lebih menderita! Inti dari keberadaan
manusia bukanlah membangun ego kita tetapi mengembangkan
hati yang baik dan rasa tanggung jawab universal untuk perdamaian
dunia. Kebaikan-cinta adalah keajaiban sesungguhnya.
Bila seseorang memiliki hati yang baik,
maka mengembangkan hal-hal gaib dapat bermanfaat bagi yang
lain. Praktisi tingkat tinggi tidak kemana-mana mengiklankan
kekuatan gaib mereka. Nyatanya, kebanyakan dari mereka menolaknya
dan menjadi sangat sederhana. Sang Buddha melarang penunjukkan
pada umum kekuatan gaib dan hanya bisa dilakukan untuk memberi
manfaat bagi yang lain. Orang yang sederhana sesungguhnya
lebih mengesankan daripada orang sombong: ketenteraman mereka
dan rasa hormat pada yang lain bersinar. Seseorang yang
mengalahkan kesombongan, yang memiliki sikap baik dan cinta
pada yang lain, dan yang mengembangkan kebijaksanaannya
adalah seseorang yang dapat kita percayai. Orang seperti
ini bekerja demi manfaat yang lain, bukan untuk gengsi dan
kekayaan. Kita dapat bersandar pada orang seperti ini.
LANGKAH-LANGKAH
SEPANJANG JALAN
Siapa
itu arhat (arahat)? Apa itu nirvana (nibbana)?
Seorang arahat adalah orang
yang telah menghilangkan ketidaktahuan dan emosi-emosi pengganggu
(amarah, kemelekatan, keirihatian, kesombongan, dll) dari
batinnya untuk selama-lamanya. Sebagai tambahan, ia telah
menyucikan semua karma yang dapat menyebabkan kelahiran
kembali pada roda samsara. Orang ini tinggal di alam kedamaian,
di luar semua kegelapan dan penderitaan, yang dinamakan
nirvana atau pembebasan.
Apa
itu bodhi atau pencerahan?
Sebagai tambahan dari menghilangkan
ketidaktahuan, emosi-emosi pengganggu, dan karma dari batin,
seorang Buddha juga telah menghilangkan noda dari kekotoran
ini. Jadi, seorang Buddha telah menyucikan semua kekotoran
dan mengembangkan semua kualitasnya. Akibat yang dihasilkan
disebut pencerahan
Apa
itu bodhisattva, mahluk yang berdedikasi?
Seorang bodhisattva adalah mahluk
yang secara spontan dan terus menerus memiliki harapan mencapai
pencerahan bagi manfaat semua mahluk. Dengan mempraktikkan
sang jalan, orang ini akan meraih tingkat kebuddhaan.
Ada tingkatan berbeda dari bodhisattva,
menurut tingkatan realisasinya. Beberapa masih belum bebas
dari roda samsara, sementara yang lain telah bebas. Yang
terakhir ini dapat secara sukarela terlahir di dunia ini,
dengan kekuatan welas asih, guna membantu yang lain. Para
Buddha dapat melakukan hal ini juga.
Apa
itu seorang arya, mahluk superior atau mulia?
Ini adalah seorang yang memiliki
realisasi langsung akan kekosongan. Realisasi ini terjadi
sebelum seseorang menjadi arahat atau Buddha, dan oleh karena
kebijaksanaan merealisasi kekosongan ini seseorang menghilangkan
ketidaktahuan, emosi-emosi pengganggu, karma, dan noda-nodanya,
maka tercapailah pembebasan dan pencerahan.
KETANPAAKUAN
Apakah
"ketanpaakuan" dan "kekosongan" artinya
sama?
Secara umum, iya.
Apa
manfaat dari merealisasi ketanpaakuan atau kekosongan?
Kita kemudian dapat membersihkan
batin kita dari semua kekotoran dan kegelapan. Saat ini,
batin kita dikaburkan oleh ketidaktahuan: cara kita memahami
dan "memegang erat" diri kita sendiri dan fenomena
lain sebagai sesuatu yang ada bukanlah cara bahwa mereka
benar-benar ada. Ini serupa dengan orang yang selalu memakai
kaca mata hitam sepanjang waktu. Semua yang ia lihat gelap
dan berpikir bahwa demikianlah sebenarnya. Nyatanya, bila
ia melepaskan kaca mata hitam itu, ia akan menemukan kenyataan
yang berbeda.
Analogi lain dari ketidaktahuan kita
adalah seseorang yang menonton film dan berpikir orang di
layar adalah nyata. Ia menjadi sangat emosional dan terlibat
dalam nasib karakter itu, dan terikat pada sang pahlawan,
ia memusuhi karakter yang mengganggu pahlawan itu. Orang
itu mungkin menangis, ngeri, atau melompat dari tempat duduknya
ketika sang pahlawan dilukai. Nyatanya, hal itu tidak perlu
sama sekali, karena tidak ada orang yang nyata dalam layar.
Itu hanyalah proyeksi yang tergantung dari penyebab dan
kondisi seperti film, proyektor film, dan layar. Realisasi
kekosongan adalah analogi dengan pemahaman bahwa film tidak
ada orang yang nyata. Namun penampilan karakter itu memang
ada, tergantung pada film, layar, dan seterusnya. Jadi,
orang itu masih dapat menikmati film, tapi tidak secara
emosional naik dan turun saat sang pahlawan mengalami macam-macam
peristiwa.
Dengan membangkitkan kebijaksanaan
yang secara langsung merealisasi kekosongan, kita memahami
cara kita dan fenomena lain ada: mereka tidak ada dari khayalan
proyeksi kita pada mereka – khususnya proyeksi keberadaan
yang berdiri sendiri. Memiliki kebijaksanaan merealisasi
kenyataan, kita terbebas dari ketidaktahuan yang salah mengerti
kenyataan. Membiasakan batin kita dengan kekosongan, kita
secara bertahap menghilangkan semua ketidaktahuan, amarah,
kemelekatan, kesombongan, keirihatian, dan sikap buruk lain
dari batin kita. Dengan melakukannya, kita berhenti menciptakan
perbuatan buruk yang dimotivasi oleh sikap-sikap tersebut.
Bebas dari pengaruh ketidaktahuan, emosi-emosi pengganggu,
dan perbuatan yang dimotivasi oleh ini semua, kita terbebaskan
dari penyebab masalah kita, dan maka masalah juga berhenti.
Dengan kata lain, kebijaksanaan merealisasi kekosongan adalah
jalan benar menuju kebahagiaan.
Apa
artinya berkata, "Semua orang dan fenomena adalah tidak
ada keberadaan yang sejati atau yang berdiri sendiri?"
Itu artinya bahwa orang (seperti kamu
dan saya) dan semua fenomena lain (meja, dll) adalah kosong
dari proyeksi khayalan kita pada mereka. Salah satu prinsip
kualitas "penipu" yang kita memproyeksikan orang-orang
dan fenomena adalah bahwa keberadaan mereka berdiri sendiri,
yaitu, mereka ada tidak tergantung pada sebab dan kondisi,
bagian, dan kesadaran yang memahami mereka dan memberi nama
pada mereka. Jadi, dalam pandangan biasa, barang-barang
nampak memiliki sifat benar atau berdiri sendiri, seolah-olah
mereka senyatanya di sana, sehingga kita dapat menemukan
hal nyata ini, benar-benar tidak bergantung (pada yang lain)
bila kita mencarinya. Mereka nampak berada di sana, tidak
bergantung pada sebab dan kondisi yang membuat mereka, tidak
terikat pada bagian dari apapun mereka dibuat, tidak bergantung
dari batin yang memahami dan memberikan mereka sebuah nama.
Ini penampakkan dari keberadaan yang sejati atau keberadaan
yang berdiri sendiri dan batin kita "memegang erat"
seperti sesuatu yang nyata.
Bagaimanapun, ketika kita mengujinya
secara analitis bila barang muncul dalam cara tidak bergantung
(pada yang lain) yang secara dangkal muncul, kita menemukan
bahwa mereka tidaklah demikian. Mereka kosong dari proyeksi
khayalan kita pada mereka. Mereka masih ada, tetapi mereka
ada secara bergantung (pada yang lain), karena mereka tergantung
pada sebab dan kondisi, pada bagian, dan pada batin yang
memahami dan memberi mereka nama.
Bila
semua orang dan fenomena adalah kosong, apakah itu berarti
tak ada yang muncul?
Tidak, fenomena dan orang tetap muncul.
Kan, saya masih mengetik di sini dan anda masih membaca!
Kekosongan bukan berarti kenihilan. Malah, orang dan fenomena
kosong dari proyeksi khayalan kita atas mereka. Mereka tidak
punya konsep salah kita pada mereka. Mereka tidak muncul
dalam cara mereka muncul di hadapan kita saat ini, tetapi
mereka muncul.
Apa
cara terbaik merealisasi kekosongan dari keberadaan yang
berdiri sendiri?
Karena realisasi ini sulit diperoleh
dan merupakan tahapan menengah dari jalan, kita mengembangkan
pemahaman kita secara perlahan. Jalan menuju pembebasan
dan pencerahan adalah bertahap, dan kita mempraktikkannya
langkah demi langkah. Pertama kita melatih aspek dasar dari
jalan, seperti ketidakekalan, perlindungan, cinta kasih
dan welas asih, dan seterusnya. Kemudian kita mendengar
ajaran tentang kekosongan dari guru yang berpengetahuan
dan dapat diandalkan. Merenungi dan mendiskusikan ajaran
ini, pemahaman kita menjadi lebih jelas. Saat kita melihat
ide jelas dari sebuah subjek, kita kemudian mulai mengintegrasikannya
ke batin kita melalui meditasi.
VAJRAYANA
Apa
itu Vajrayana?
Vajrayana, yang juga disebut Tantrayana,
adalah sub-bagian dari Mahayana. Vajrayana didasarkan pada
baik itu praktik Theravada maupun Mahayana secara umum.
Sebelum memasuki Vajrayana, kita harus benar-benar terlatih
dalam pikiran yaitu pembebasan yang muncul dari roda samsara
(penolakan terhadap samsara), hati yang didedikasikan untuk
mencapai pencerahan demi kebaikan semua mahluk (bodhicitta),
dan kemudian kebijaksanaan merealisasi kekosongan dari keberadaan
yang berdiri sendiri. Kemudian kita mengambil inisiasi dari
guru tantra yang berkualitas dan melindungi sumpah dan komitmen
tantra yang diterima waktu inisiasi. Atas dasar ini, kita
dapat menerima intruksi dan menjalankan praktik meditasi
di dalam vajrayana.
Sebuah teknik yang digunakan dalam
vajrayana adalah memvisualisasikan diri kita sebagai "deiti"
dan lingkungan kita sebagai mandala atau lingkungan/tempat
tinggal deiti. Dengan menvisualisasi cara ini, kita mentransformasikan
sosok diri kita yang lemah dan biasa menjadi deiti dan mencoba
menumbuhkan kualitas mulia dalam arus batin kita. Vajrayana
juga berisi teknik untuk mentransformasi kematian, alam
antara (alam bardo), dan kelahiran kembali menjadi tubuh
dan batin seorang Buddha. Ada juga teknik meditasi khusus
untuk mengembangkan ketenangan batin (samatha) juga membuat
manifestasi dari batin yang sangat halus, yang merealisasi
kekosongan, menjadi sangat kuat dan secara cepat untuk membersihkan
noda-noda. Untuk alasan inilah Vajrayana dapat membawa pencerahan
dalam kehidupan sekarang bagi murid yang berkualitas dan
terlatih yang mempraktikkannya di bawah bimbingan guru tantra
yang berkualitas.
Tantra Buddhis tidak sama dengan Tantra
Hindu. Bukan pula ia sebuah praktik ilmu gaib. Beberapa
orang telah menulis buku tentang Vajrayana dengan informasi
dan interpretasi yang tidak tepat. Karena itu, bila kita
berkeinginan mempelajarinya, adalah penting untuk membaca
buku oleh pengarang yang berpengetahuan atau mencari petunjuk
dari guru yang berkualitas.
Apa
itu inisiasi? Mengapa ada beberapa ajaran yang "rahasia"?
Tujuan dari inisiasi adalah
mematangkan arus batin kita untuk praktik tantra dengan
membuat hubungan antar kita dan deiti, yang merupakan manifestasi
batin maha tahu. Inisiasi tidak diterima oleh tubuh kita
di dalam ruangan di mana inisiasi berlangsung. Lebih dari
itu, kita harus meditasi dan melakukan visualisasi yang
dipaparkan oleh seorang guru. Inisiasi bukan diletakkannya
sebuah vas di atas kepala kita, ataupun meminum air yang
telah diberkahi, atau mengikatkan benang melingkari lengan
kita. Inisiasi mematangkan potensi kita sendiri, melalui
membuat hubungan dengan manifestasi tertentu dari Sang Buddha.
Ini tergantung dari motivasi bajik kita dan pada konsentrasi
dan meditasi selama proses inisiasi.
Setelah inisiasi, seorang praktisi
yang tulus mencari petunjuk bagaimana melakukan praktik.
Petunjuk ini tidak diberikan sebelum inisiasi karena batin
umat belum siap untuk mempraktikkannya. Untuk alasan inilah
hal itu "rahasia". Bukannya Sang Buddha pelit
dan tidak ingin membagi ajarannya, ataupun praktik tantra
seperti keanggotaan klub eksklusif yang menjaga rahasianya
dengan iri hati. Lebih dari itu, untuk meyakinkan bahwa
mereka yang terjun dalam praktik disiapkan dengan tepat.
Petunjuk tantra diberikan hanya kepada mereka yang menerima
inisiasi. Bila tidak, seorang dapat salah mengerti simbolisme
yang ada di tantra atau terjun pada praktik lanjutan dan
kompleks tanpa persiapan dan petunjuk yang tepat.
Apa
arti simbol dalam seni tantra?
Vajrayana berhubungan dengan banyak
transformasi, dan karenanya, simbolisme digunakan secara
luas. Ada perwujudan dari beberapa deiti, yang merupakan
masifestasi dari Sang Buddha, yang mengungkapkan nafsu keinginan
atau kemurkaan. Simbol seksual jangan diartikan secara harfiah,
menurut penampilan duniawi. Dalam Vajrayana, deiti dalam
penyatuan seksual mewakili penyatuan metode dan kebijaksanaan,
dua aspek dari jalan yang perlu dikembangkan guna mencapai
pencerahan. Deiti yang murka bukanlah monster yang mengancam
kita. Kemurkaan mereka diarahkan pada ketidaktahuan dan
keakuan, yang merupakan musuh kita yang nyata. Simbol ini,
ketika dipahami dengan tepat, memperlihatkan bagaimana keinginan
dan amarah dapat ditransformasi dan diatasi. Itu memiliki
pengertian mendalam, jauh melewati nafsu dan amarah biasa.
Kita tidak seharusnya salah menginterpretasikannya.
Apa
tujuan melafalkan mantra seperti "om mani padme hung"?
Apa makna mantra tersebut?
Mantra ditentukan secara suku
kata untuk melindungi batin. Apa yang kita lindungi batin
kita adalah dari kemelekatan, amarah, ketidaktahuan, dan
sebagainya. Ketika dikombinasikan dengan empat kekuatan
penawar seperti yang dijelaskan di awal, pelafalan mantra
sangat kuat untuk menyucikan jejak karma negatif pada arus
batin kita. Ketika kita melafalkan mantra, kita seharusnya
juga memikirkan dan memvisualisasikan dalam cara yang bermanfaat
sehingga kita membangun kebiasaan konstruktif dari batin.
Dalam praktik Vajrayana, mantra dilafalkan
dalam bahasa Sansekerta, ketimbang diterjemahkan ke bahasa
lain. Alasan untuk ini adalah ada energi bermanfaat yang
khusus atau getaran yang dihasilkan dari bunyi suku kata.
Saat melakukan pelafalan, kita dapat berkonsentrasi pada
suara mantra, pada artinya, atau pada visualisasi yang menyertainya
yang telah diajarkan oleh guru.
"Om mani padme hung" adalah
mantra Buddha welas asih, Avalokiteshvara (Kuan Yin, Chenresig).
Kita dapat melafalkan mantra ini meski kita belum menerima
transmisi lisan dari seorang guru, tetapi lebih efektif
bila guru yang pertama melafalkan mantra dan kita mengulanginya
setelah ia bacakan.
Arti keseluruhan dari jalan bertahap
menuju pencerahan terkandung pada enam suku kata mantra
ini. "Om" merujuk pada tubuh, ucapan, dan batin
Sang Buddha, yang ingin kita capai melalui praktik kita.
"Mani" berarti perhiasan, dan merujuk pada semua
aspek metode dari sang jalan: motivasi untuk bebas dari
roda samsara, welas asih, kedermawananan, moralitas, kesabaran,
daya upaya yang bersemangat, dan seterusnya. "Padme"
(dibaca pay may – dalam bahasa Inggris) berarti teratai,
dan merujuk pada aspek kebijaksanaan sang jalan. Dengan
menyatukan baik itu metode maupun kebijaksanaan dalam praktik
gabungan, kita dapat menyucikan arus batin kita dari semua
kekotoran dan mengembangkan semua potensi kita. "Hung"
(kadang-kadang ditulis "hum") merujuk pada batin
semua Buddha.
Pelafalan "Om Mani Padme Hung"
sangat efektif untuk menyucikan batin kita dan mengembangkan
welas asih. Hal itu dapat dilafalkan dengan keras atau diam
dan di waktu kapanpun. Contohnya, kita sedang menunggu di
antrian, daripada jadi tidak sabaran dan marah, kita dapat
dalam batin melafalkan mantra ini dan memikirkan batin welas
asih.
PANCASILA
BUDDHIS
- Sila Pertama -
Hormat pada Kehidupan:
Tidak Membunuh; Melindungi
Saya menjalankan aturan praktik ini untuk
menghindari pembunuhan (sehingga saya akan mempraktikkan
welas asih dengan melindungi dan memberi manfaat pada semua
kehidupan).
Menyadari penderitaan disebabkan oleh penghancuran
kehidupan, saya menjalankan sila menumbuhkan welas asih
dan melindungi manusia, hewan, dan kehidupan tumbuh-tumbuhan
(melindungi alam). Saya bertekad untuk tidak membunuh atau
melukai, tidak membiarkan orang lain melakukannya, dan tidak
mendukung kegiatan apapun yang membahayakan fisik atau mental.
- Sila Kedua -
Hormat pada Harta Pribadi:
Tidak Mencuri; bersifat Dermawan
Saya menjalankan aturan praktik ini untuk
menghindari mengambil barang yang tidak diberikan (sehingga
saya akan mempraktikkan kedermawananan dengan membagi atau
memberi kekayaan material dan spiritualku).
Menyadari penderitaan disebabkan oleh penghisapan,
ketidakadilan, pencurian, dan penindasan, saya menjalankan
sila menumbuhkan kebaikan cinta kasih untuk kebaikan orang-orang
dan hewan. Saya akan mempraktikkan kejujuran dan kedermawananan
dengan berbagi kekayaan, waktu, energi, empati, semangat,
dan sumber lainnya, terutama kekayaan Dharma bagi yang membutuhkannya.
Saya bertekad untuk tidak memiliki atau mencuri apapun (termasuk
waktu – dengan terlambat atau tidak bertanggung jawab pada
pekerjaan) yang seharusnya milik orang lain. Saya akan menghormati
kekayaan orang lain dan umum dan mencegah orang lain mengambil
keuntungan dari penderitaan mahluk hidup lain.
- Sila Ketiga -
Hormat pada Hubungan Pribadi:
Tidak menuruti Perasaan; Menjadi "Puas"
Saya menjalankan aturan praktik untuk menghindari
penyalahgunaan objek dan subjek rasa kesenangan (khususnya
perzinahan sehingga saya akan mempraktikkan kepuasan dan
menyalurkan energiku menuju pengembangan spiritual).
Menyadari penderitaan disebabkan oleh penyalahgunaan
seksual, saya menjalankan sila menumbuhkan tanggung jawab
dan melindungi keselamatan dan keutuhan individu, pasangan,
keluarga, dan masyarakat. Saya bertekad untuk tidak melakukan
hubungan seksual tanpa cinta, tanggung jawab, dan komitmen
jangka panjang. Untuk memelihara kebahagiaan orang lain
dan diriku, saya akan menghormati komitmen orang lain. Saya
akan lakukan semampu kekuatanku untuk melindungi anak-anak
dari pelecehan seksual dan mencegah pasangan dan keluarga
dirusak oleh penyalahgunaan seksual.
Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh
penurutan perasaan, saya juga akan menghindari penurutan
perasaan akan melihat, mendengar, membaui, merasa, menyentuh,
dan/atau batin dalam rasa kesenangan (missal pertunjukan,
musik, makanan, seks, dll) dengan demikian saya dapat dikacaukan
dari jalan menuju pengembangan diri.
- Sila keempat -
Hormat pada Kebenaran:
Tidak Berbohong; Bersikap Jujur
Saya menjalankan aturan praktik untuk menghindari
ucapan salah (dan macam-macam ucapan lainnya sehingga
saya akan berkomunikasi secara positif).
Menyadari penderitaan disebabkan oleh ucapan
yang tidak terjaga dan ketidakmauan mendengar orang lain,
saya menjalankan sila menumbuhkan ucapan penuh kasih dan
mendengarkan dengan seksama untuk membawa kegembiraan dan
kebahagiaan pada yang lain dan mengurangi penderitaan mereka.
Saya akan bicara dengan jujur, dengan kata-kata mengilhami
kepercayaan diri, kegembiraan, dan harapan. Saya bertekad
untuk tidak menyebarkan isu, mengkritik, menyalahkan sesuatu
yang saya tidak tahu pasti. Saya akan menahan diri dari
mengutarakan kata-kata yang dapat menyebabkan perpecahan
atau perselisihan dalam keluarga atau komunitas. Saya akan
berusaha mendamaikan dan menyelesaikan konflik besar maupun
kecil.
- Sila Kelima -
Hormat pada Kesehatan Mental dan Fisik:
Tidak Mengkonsumsi Minuman/Makanan Memabukkan;
Penuh Kesadaran
Saya menjalankan aturan praktik untuk menghindari
dari minuman alkohol, dan yang lainnya yang menyebabkan
mabuk (sehingga saya akan lebih sehat dan tidak merusak
sila melalui kehilangan kesadaran).
Menyadari penderitaan disebabkan oleh konsumsi
yang tidak terjaga, saya menjalankan sila menumbuhkan kesehatan
fisik dan mental yang baik, untuk diriku sendiri, keluarga,
dan masyarakat dengan mempraktikkan makan, minum, mengkonsumsi
yang terjaga. Saya akan mencerna hal-hal yang memelihara
kedamaian, kesejahteraan, dan kegembiraan tubuh dan batin,
dan kumpulan tubuh dan kesadaran akan keluargaku dan masyarakat.
Saya bertekad untuk tidak menggunakan alkohol, obat-obatan,
atau hal memabukkan lainnya, atau mencerna makanan atau
hal yang mengandung elemen negatif, sehingga menanamkan
kesadaran yang lebih besar, perhatian, dan kejernihan batin.
Saya menyadari bahwa merusak tubuh atau batinku dengan racun-racun
itu adalah merendahkan keluargaku dan masyarakat. Saya akan
bekerja untuk mentransformasi kekerasan, ketakutan, amarah,
dan kebingungan dalam diriku dan lingkungan dengan menyeimbangkan
makanan fisik dan mental. Saya mengerti bahwa makanan yang
tepat penting bagi positif diri dan transformasi masyarakat
dan kemajuan dalam pengembangan mental.